Kamis, 27 September 2012

Teman Sejati Tak Akan Memadamkan Keimanan

"Kumencari-cari teman yang sejati
Buat menemani perjuangan suci
Bersyukur kini padaMu Ilahi, teman yang dicari
Selama ini telah kutemui"
(Teman Sejati-Brothers)

Sahabat...izinkan saya kembali berbagi rasa. 

Sahabat, ketika kaki ini tertatih dengan segala sandiwara dunia, siapakah yang pertama kali menegur kita? tentu saja Allah, melalui perantara orang-orang sholeh pilihanNya. Hadirnya beragam, mulai dari orang terdekat, atau bisa juga dari orang jauh yang atas nama ukhuwah dia hadir untuk senantiasa memberikan pengingatan.
Sahabat, kita sering sekali terlena, berjalan terlalu dipinggir, kadang malah tergelincir. Bukan pilihan tepat jika kita memutuskan untuk berjalan sendiri. Bukan pilihan tepat, jika kita berpikir mampu memuhasabah diri sendiri tanpa membutuhkan teman-teman sejati. 
Yang ada kita makin silau, dan makin merasa benar. Makin merasa cinta dengan gemerlap dunia, makin merasa bahagia dengan berbagai sanjungan dan pujian yang sifatnya semu, makin merasa amal sudah baik di hadapanNya. Bahkan Amirul Mukminin Umar Bin Khatab r.a, menangis sejadi-jadinya tatkala merasa ada sedikit ujub dalam hatinya.
Sahabat, cukuplah kisah seorang mujahid yang tak masuk surga karena dia begitu ujub. Allah tidak memasukkannya ke dalam surga beserta mujahid yang lain, karena dia berjihad bukan karena Allah, namun agar dia mendapat sebutan pahlawan. Naudzubillah, semoga kita dihindarkan dari rasa ujub, apalagi kesombongan meski sebesar biji sawi. 
Sahabat, bukankah yang kita dapatkan di dunia ini adalah semuanya cobaan? Cobaan untuk menjadikan siapa yang terbaik di hadapan Allah. Kita seringkali sukses ketika mendapat cobaan kesulitan. Kita semakin dekat dengan Rabb Penggenggam jiwa manusia, namun tatkala berhadapan dengan cobaan berupa kenikmatan, kaki ini begitu mudahnya tergelincir. Batas antara syukur dan ujub menjadi tipis rasanya. Dan kita benar-benar membutuhkan teman. Teman sejati selalu hadir dengan nasehat-nasehatnya yang jujur. Teman sejati, tidak akan pernah melempar debu di hadapan saudaranya sendiri. Tak akan memberikan pujian yang melenakan, teman sejati justru hadir dengan tutur-tutur bijaknya, pengingat diri. Meski awalnya terasa seperti sebuah tamparan keras. Tapi seperti pepatah Cina, Obat Baik, Pahit Rasanya. Segala sesuatu yang pahit tertelan, percayalah, ada banyak kebaikan di dalamnya.
Maka mencari komunitas dan teman yang baik adalah harga mati jika kita menginginkan kebaikan untuk keimanan kita.
Bukankah Allah telah berjanji akan memberikan naungan pada hari dimana tidak ada naungan selain naunganNya, yaitu salah satunya kepada orang-orang yang saling mencintai karena Allah dan tetap berada di jalanNya. 
Sahabat, kita akan mudah dimangsa srigala tatkala kita berjalan sendiri, namun jika bersama, kita menjadi tak terkalahkan. 
Semoga kita tergolong ke dalam orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Hingga kelak, Allah akan memberikan naungan dimana tidak ada lagi selain naunganNya. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang peka, bahwa dunia dan isinya adalah fatamorgana belaka. Apapun yang kita lakukan di bumi ini, sejatinya hanyalah manifestasi syukur atas semua karuniaNya. Maka tak layaklah sedikitpun membanggakan diri. Bersyukurlah ketika kita memiliki teman-teman yang akan selalu mengingatkan langkah-langkah kecil ini. Dan ukhuwah terlalu mahal jika harus ditukar dengan kenikmatan duniawi yang melenakan.



Allahua'lam Bishowab

Kamis, 20 September 2012

Sepucuk Surat dari Jakarta ke Surakarta (catatan setelah Pilkada DKI Jakarta)


Selamat ya Pak Jokowi, kalau dari perhitungan LSI, Bapak yang melenggang menuju DKI 1.
Walaupun saya tidak milih Bapak lho, jangan tanya kenapa ya Pak. Itu hak saya, tapi saya mendukung siapapun yang menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Saya orang Jawa asli Pak, besar di Jakarta. Yaaa meski hanya sedikit-dikit bisa bahasa Jawa, setidaknya kalau ada pertunjukkan wayang kulit saya tahu artinya lho. Eh, nuwun sewu Pak jadi ngelantur. Begini lho, saya mau ngomong panjang lebar, enggak apa-apa ya Pak. Pastinya Bapak paling pahamlah tentang ilmu-ilmu menata kota. Dan ini curhatan pertama saya sebagai penduduk yang memiliki KTP Jakarta, sebelum Bapak memimpin kota tempat saya dibesarkan mulai dari TK hingga kini berpeluh-peluh mencari sesuap nasi.
Pak Jokowi, ini Jakarta, jumlah penduduknya (kalau dari pemberitaan di media) ada sekitar dua puluh delapan juta jiwa, kalau sama Surakarta? tentu jauh ya Pak. Luas wilayahnya kalau di peta saja sudah kelihatan lebih luas Jakarta. Topografinya juga tidak sama. Pak, di Jakarta ini beragam kawasan ada. Ada kawasan yang elite, percontohan, expatriat, hingga kawasan kumuh (slum area). Kalau di kawasan percontohan lalu lintas lumayan tertib Pak, tidak terlalu semrawut, sebut saja kawasan Sudirman, Thamrin, Kuningan, Gatot Subroto, Menteng, Merdeka Selatan, Senayan, dan beberapa kawasan elite yang lain. Di sana saya merasa nyaman dengan moda transportasi Trans Jakarta, peninggalannya Bang Yos. Kendaraan di sana ya tetep aja padat Pak, wong namanya Jakarta, tapi terkendalilah, trotoar di sana sesuai fungsinya, kendaraan umum juga nurut, kalau lampu merah enggak asal serobot. Tapi sayang itu hanya di kawasan tertentu kayaknya. Apakah Bapak sudah ngider-ngider Jakarta secara keseluruhan? Monggo Pak, nanti saat seratus hari pertama, Bapak bisa jalan-jalan sendirian (jangan dikawal pakai Patwal Gub) coba Bapak sambangi Kampung Melayu, Cililitan, Kramat Jati, Condet Raya, Tanah Tinggi, Sunter, Tanjung Priok, Pasar Minggu, Grogol, Kalideres, Kota, Mangga Dua, Rawamangun, Pondok Pinang, Pasar Jumat, Prumpung, Pisangan, Kalimalang, dan beberapa kawasan padat lainnya (eits, tapi saya bukan kenek lho Pak ^^)
Nah, di kawasan yang saya sebutkan tadi, bener-bener bikin stress Pak. Di sana para pengemudi kendaraan bermotor yang tadinya anteng dan tertib di kawasan elite, mendadak berubah jadi brutal di kawasan padat tadi. Dengkingan klakson seolah menujukkan arogansi pengemudi. Aslinya Jakarta ya di kawasan padat tadi. Wajah Jakarta sekali. Ditambah lagi banyak moda transportasi yang sudah tidak layak jalan. Tapi mereka suka jadi "Raja jalanan" main hantam, mein seruduk, main tabrak, lucunya banyak kendaraan enggak lolos uji emisi bahan bakar, tapi mereka tetap dibiarkan beroperasi. 
Pak, saya ingin sekali lho Jakarta punya citywalk, seperti di koridor Ngarsopuro, kalau yang saya dengar dari pemberitaan di media, koridor ngarsopuro, di Jalan Slamet Riyadi itu ada citywalk kan? Yang orangnya enak berjalan kaki dan bersepeda. Jujur saya sama sekali belum pernah ke kota yang Bapak pimpin sebelumnya-paling cuma lewat-tapi mendengar cerita dari sanak saudara yang baru tinggal di sana, sepertinya kota Bapak itu cozy sekali ya? bersih, dan rapi. Tapi sekali lagi, Pak ini Jakarta, tentunya berbeda dengan Surakarta. Ruang terbuka hijau di sini jarang sekali. Ya jikapun ada, ya itu hanya di kawasan-kawasan tertentu. Selebihnya?? Hmmm...kebanyakan untuk mall Pak, peruntukan daerah resapan air pun menjadi suatu yang sangat langka. Enggak heran kalau Jakarta langganan banjir. Mending Pak kalau banjir duit, lha ini banjir air kali yang butek dan bikin penyakit.
Oh ya balik lagi ngomongin Mall, saya mendengar cerita tersendiri tentang ide Bapak. Pak Jokowi ini punya ide kalau sebaiknya pasar tradisional itu harus enak, bersih, dan nyaman-kan? sehingga banyak orang yang berduyun-duyun pergi ke pasar tradisional daripada ke Mall. Halah Pak-Pak, silakan Pak nyambangi daerah Kramat Jati, di sana ada pasar tradisional namanya ya Pasar Kramat Jati, wajah pasarnya? waduuh masih ada yang becek, bau ikan, ngambil  badan jalan, jadi kalau jam-jam anak berangkat sekolah muaceeette poooll! Di Jakarta masuk sekolah jam setengah tujuh, tapi anak sekolah harus berjuang jalan jam setengah enam pagi, meskipun jarak dari rumah ke sekolah kalau lancar bisa ditempuh dalam waktu setengah jam, tapi karena harus melewati "daerah hitam' yaaa harus sangat pagi untuk bisa sampai ke sekolah tanpa terlambat. Sarapan juga harus pagi buta (sudah seperti sahur saja), ini pengalaman saya saat jadi anak sekolah dan melewati daerah hitam itu. Nah balik lagi ke Pasar Kramat Jati, sekitar 50 meter dari Pasar itu ada Mall yang juga menyediakan kebutuhan dapur(bahan pangan/buah dan sayuran) alhasil banyak-lah yang memilih belanja di kawasan yang lebih nyaman ketimbang di pasar yang becek dan bau ikan. 
Nah menurut pemberitaan media lagi nih Pak, katanya Bapak berhasil ya merelokasi PKL(Pedagang Kaki Lima) di Banjarsari (kawasan elitenya Surakarta) ke pasar Klitikan, cara nggusurnya pun manusiawi sekali, ada arak-arakan para pengawal kraton segala. Hmm, kira-kira bisa enggak ya Pak, kalau PKL di Jakarta direlokasi ke tempat yang lebih baik. Kami para pejalan kaki juga butuh kenyamanan, dan mereka para PKL juga membutuhkan mata pencaharian, jadi win-win solution gitu lho. Saya suka nyesek Pak, saat lihat PKL digusur paksa sama Bapak-bapak berseragam biru donker (Satpol PP) Nggusurnya itu lhoo, pakai pentungan segala, moso' memperlakukan manusia harus sampai seperti itu sih? Saya berharap semoga  Bapak bisa menerapkan keberhasilan di Surakarta ke Jakarta.
Hmm, sebenarnya masih banyak buanget curhatan saya, tapi segini dulu saja, lain waktu kita sambung. Ini Jakarta, tentunya begitu beragam orang dengan karakter yang berbeda, kata orang sih orang Jakarta itu sedikit suka mbalelo (baca: berontak), beda dengan warga Surakarta yang cenderung lebih kalem dan mudah diatur, mungkin karena secara historis, dan cultural yang homogen kali ya Pak. Ehm, tapi warga DKI enggak semua mbalelo kok Pak, masih banyak lho warga Jakarta yang baik-baik dan bisa diatur.
Baiklah Pak, selamat datang di Jakarta. Selamat merasakan sakit kepala. Selamat bertugas di kota yang begitu beraneka, seperti rasa Gado-Gado Jakarta. Bukannya saya mau meletakkan semua beban seluruhnya di pundak Bapak, tapi setidaknya ini harapan wong cilik seperti saya. Saya sadar membuat surga, bukanlah tanggung jawab pemimpin semata, tap juga ada kerjasama dengan orang-orang yang dipimpin. Namun saya garis bawahi ya Pak, pemimpin juga harus bisa menciptakan kerjasama yang baik dengan orang-orang yang dipimpin. Sehingga terjadilah perubahan seperti yang banyak orang inginkan. Termasuk saya tentunya. ^_^V
(Allahualambishowab)

Sabtu, 15 September 2012

catatan keprihatinan (Rohis is Peace) - Siapa Penebar Teror? Kami atau Mereka?


Siapa penebar teror? Kami atau Mereka? Menuduh tanpa bukti adalah sandiwara sampah! Geram mendengar berita-berita sampah yang memojokkan Islam, terlebih saat mendengar berita dari salah satu media yang mengatakan Rohis adalah tempat perekrutan awal bagi teroris beraksi. Adakah survey sudah dilakukan? Atau hanya persangkaan belaka sebagai penebar fitnah murahan? Dan saya akan bongkar, aktivitas apa saja yang kami lakukan di dalam tubuh organisasi bernama ROHIS.
Awal tahun 2002, saat saya masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Kala itu entah apa sebabnya ada resah yang melanda di dalam dada. Ketika kantin dan perpustakaan bukan lagi menjadi destinasi favorit untuk menghabiskan waktu istirahat. Hingga bangunan sederhana di pojok sekolah menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu istirahat jam pertama. Waktu dhuha.
Entah ada angin apa yang membuat kaki ini melangkah ke mushola kecil untuk menunaikan sholat dhuha, padahal kala itu boro-boro sholat sunnah, solat wajib lima waktu bisa tertunaikan saja sudah sebuah prestasi bagi saya. Dan ada satu lagi alasan bagi saya untuk malas berlama-lama di mushola, apalagi jika bukan karena malas berinteraksi dengan komunitas jilbaber. Lihat saja, saat itu penampilan saya dengan mahluk-mahluk jilbaber itu berbeda. Saya tomboy, mereka tidak. Saya slebor, mereka santun. Sebisanya saya menghindari muslimah jilbaber, sebab jilbab bagi saya kala itu membuat “sesak nafas” tak bisa bebas beraktivitas.
Tapi namanya berbekal cuek dan nekat, saya santai saja melangkah ke dalam mushola. Tampak para jilbaber sedang merapikan mukena. Saya menggelengkan kepala. Pekerjaan sia-sia, padahal toh setelah mereka merapikan mukena juga nantinya akan berantakan lagi oleh oknum tak bertanggungjawab seperti saya, hehee. Yang pakai mukena terus melipat ala kadarnya. Lagi pula siapa yang mewajibkan mereka untuk melakukannya? Guru? Saya rasa tidak. Memangnya mereka dapat nilai tambah karena merapikan mukena? Memangnya juga mereka mendapat bayaran dari aktivitasnya? Ah lagi-lagi sepertinya tidak.
Selesai sholat dhuha, saya tetap menjaga jarak dengan mereka, yang notebenenya adalah teman-teman saya sendiri. Sudah saya katakan di awal, saya tidak mau terlalu banyak berinteraksi dengan mereka. Tapi mata saya tertuju pada deretan novel remaja dan majalah Islami di rak buku, sebelah rak mukena. Mau tak mau melakukan interaksi juga, karena butuh. “Eh, gue boleh pinjem bukunya?” itu pertanyaan saya waktu itu-kalau tidak salah inget- dan mereka membolehkan. Alhasil setelah itu selalu ada alasan saya untuk balik lagi ke mushola sekolah. Karena bukunya bagus-bagus. Cukup!
Tapi sholat dhuha berikutnya, resah makin melanda. Terlebih setelah membaca novel-novel Islami dan majalahnya. Entah resah apa lagi. Tapi yang pasti saya makin malu dengan penampilan saya. Saya belum menutup aurat dengan sempurna. Haruskah saya memakai jilbab? Haruskah? Padahal saya yang begitu keras menghindari para jilbaber, meski tidak memusuhi.
Singkat kata saya memutuskan pakai jilbab, setelah tiga hari berturut-turut bermimpi memakai jilbab. Inikah hidayah? Ah, kala itu saya tidak tahu. Tepat hari jumat, saya pakai jilbab. Kaget? Tentu saja. Orang-orang terdekat saya sama sekali tak menyangka saya pakai jilbab. Bahkan ada yang mengejek, bertaruh saya pakai jilbab hanya sementara. Ada pula yang menertawakan terang-terangan. Well, ini resiko. Tapi siapa yang pertama kali merangkul saya? Ya, mereka. Para komunitas yang awalnya ingin saya hindari. Justru mereka yang datang dan mendekati saya. Memberikan selamat dan penguatan. Bahkan menawarkan untuk mengikuti kajian keislaman. Saya tanya dulu, tentang apa? “tentang cinta!” jawab teman saya. Hmm, ini nih yang bikin saya semangat datang. Apalagi namanya jika bukan karena cinta yang begitu melekat sama dunia remaja.
Sabtu siang, lepas pulang sekolah kami berkumpul membuat lingkaran kecil di mushola tersebut. Hanya wanita semua, yang pria mungkin juga, tapi saya tidak tahu apa yang para pria lakukan, karena kami pasukan terpisah. Terpisah antara pria dan wanita. Pemateri adalah senior saya sendiri yang tidak saya kenal sebelumnya. Muslimah smart, lulusan dari perguruan tinggi negeri di Bandung. Selain smart juga santun, dan tidak keras. Ramah dan tidak suka main vonis. Ok deh pokoknya. Dan sejak itulah saya selalu punya alasan untuk tetap ikut kegiatan ROHIS.
Kami anak Rohis, diajarkan bagaimana untuk terus mempertahankan hidayahNya yang telah menyapa. Kami anak Rohis, tidak eksklusif, kami hanya belajar bagaimana caranya menebar cinta dan menularkan agama yang penuh rahmat ini pada sesama. Rujak party, Ice Cream Party, Spageti Party yang jadi selingan di antara kajian-kajian serius kami. Kami anak Rohis belajar untuk mengoptimalkan kemampuan diri. Bukan dengan merakit bom, senapan, mesiu, atau untuk melakukan makar dan meneror penduduk bumi. Aktivitas kami yang lainnya, tidak terlepas dari acara olahraga, menulis, bernyanyi (nasyid) hingga berakting (teater) tapi tetap berpedoman syar’i. Dan kini pantaskah kami generasi bangsa yang ingin tumbuh menjadi baik, malah dituduh penebar teror. Siapa penebar teror? Kami atau Mereka?
Salam Damai dari kami- Anak Rohis ^_^V
Allahualambishowab.

Minggu, 09 September 2012

Untuk Sebuah Pengharapan

Semua yang baik memang terasa begitu lambat,begitu terombang-ambing oleh keadaaan yang semestinya, yang tak perlu untuk diikuti, diratapi ataupun disesali. Cukuplah untuk sebuah pelajaran dan pengharapan.
“Kita telah memilih untuk menguatkan azam.Melakukan yang terbaik dan bukan untuk memikirkan hal yang tak pasti apalagi yang tak perlu . Tetapi Ya Rabb, bukankah itu juga bagian dari ibadah (interupsi hati). Astagfirullah, tak boleh berharap pada manusia,materi,atau apapun itu selain hanya pada-Mu saja. Tugas kita semua adalah terus menghamba pada-Nya, menyempurnakan ikhtiar dan menyenandungkan doa-doa kecil menurut-Mu tetapi besar bagiku. Tapi Kau Maha Bijaksana, sebab semua doa tak pernah ada yang Kau anggap remeh !” (masih interupsi hati)
Siapapun orangnya pastilah telah merasa gelisah jika sesuatu yang dinanti belum juga kunjung datang, tapi bukankah rencana-Mu lebih indah dari yang kita sangka. Allah seandainya tapak-tapak doa berbekas pada pualam, bukankah kita seharusnya percaya bahwa Kau lebih melihat dengan pasti dari sekedar tapak doa di pualam itu. Ah Rabb, andai ini sebuah pengharapan yang kuistilahkan, pengharapan sempurna, harusnya kita tetap menjaga pengharapan itu dan meyakini takdir suci yang tak kan pernah salah. Begitulah Engkau mengajarkan pada kami dan sabda-Mu yang Kau abadikan dalam Kitab-Mu. Tertulis kisah seorang lelaki utusan yang hampir putus asa berada dalam perut Ikan Hiu. Begitu gulita tanpa cahaya, justru ketika rasa hampir putus asa akan pengharapan, tapi doa dan permohonan ampunnya kepada-Mu terus mengalir dari mulutnya yang masih dapat berucap. Dengan kuasa-Mu, maka Kau muntahkan Ikan Hiu tersebut untuk mengeluarkan lelaki utusanmu, Yunus A.S ke ruang cahaya kehidupan bumi.
Begitulah kisah yang lain mengajarkanku, ternisbat juga dalam Kitab-Mu. Kisah Ashabul Kahfi yang telah terperangkap dalam kepekatan di dalam Goa, terkunci oleh batu-batu yang tak mungkin dibuka oleh tangan ringkih seorang hamba, Kau mudahkan semuanya semudah Kau katakan Kun Fayakun.
Dan begitu banyak kisah indah terukir dalam kitab suci Alquran yang Mulia.yang mestinya menjadi tuntunan kita dalam menyikapi keadaan hari ini, meski sulit.
Begitulah seharusnya kita yang memiliki sebuah asa, cita, pengharapan. Semua akan indah pada waktunya. Bagaimanapun tugas kita adalah terus menyempurnakan ikhtiar di bumi dan menggantungkan doa-doa panjang kita dilangit. Biarkan doa itu berada ditangan para bidadari, malaikat yang akan menceritakan pada Rabbnya tentang kisah seorang hamba di sebuah tempat terpencil dari banyaknya galaksi dan planet.Tempat yang sering kita sebut Bumi.
Sahabat teruslah berusaha dan biarkan Dia akan jadi penentu hadiah terbaik apa yang layak untuk kita dapatkan.
(Allahulam Bishowab)

Catatan Jomblo (enggak pake) Galau :D


Cinta adalah karuniaNya, Bila dijaga dengan sempurna
Resah menimpa, gundah menjelma
Bila cinta tak dipelihara
(Cinta-The Fikr)

Cinta..Hmm, masih manis untuk terus dibahas ya sobat. Dari jaman kuda gigit menyan, sampe kuda gigit besi, hihi. Tapi kali ini yang ingin saya share tentang kata-kata GALAU karena cinta. Iya pasalnya, dari kemarin, kemarin, terus kemarinnya lagi, sering banget denger kata GALAU. Lagi ngajar di kelas, ada nih sobat putih abu-abu yang sedang tidak semangat belajar, eeh saat ditanya, jawabnya “lagi galau bu!” asal! Terus saat nimbrung di rapat OSIS, ada salah satu siswa yang nyeletuk “lagi galau!” iiih mau apa jadi manusia galau seumur hidup? Enggak lah yaaaauuuu!!
Gini, nih..gini. Pasti lima huruf yang bermula dari huruf G sampai U, itu penyebabnya apa kalau bukan cinta? Hayooo ngaku. Eeeh, sebenernya sih enggak juga ya. Kadang galaunya hati mah bukan gara-gara cinta. Bisa aja kan gara-gara enggak dapet jajan, galau. Nilai jelek, galau. Uang abis dikantong, galau. Belum gajian, galau. Dimarahin guru, galau. Dimarahin ortu, galau. Nah jadi penyebab galau tuh banyak banget kaaan? Well, tapi kenapa sih penyebab galau itu identik dengan cinta? Kan kasihan si cinta yang selalu jadi kambing hitam atas kegalauan seorang anak manusia. Huft… ^^
Nah, biasanya sih memang cinta yang membuat hati resah, galau melanda. Apalagi buat sobat putih-abu-abu nih. Naksir orang jadi galau, enggak dapet galau, naksir enggak berani nembak galau, enggak punya pacar galau, putus sama pacar galau, so..silakan saja jadi manusia galau seumur hidup. Kawan sejatinya tidak ada yang salah dengan cinta. Apalagi seumuran sobat putih-abu-abu, wong yang sudah sepuh (baca: tua) aja masih bisa merasakan indahnya cinta, berbunga-bunga, kadang bikin deg-degan, dada bergemuruh, kadang makan enggak enak, tidur tak nyenyak (halah..booong tuuuh), hehehe. Nah semua manusia, yang judulnya masih bernafas, pasti pernah merasakan cinta. Terus apa mesti galau? Jawabnya enggak harus!
Kita yang harus bisa mengatur hati. Kira-kira gini kali ya, tips biar enggak galau:
  1. Kalau lagi galau, jangan malah dengerin lagu melowwwww...dijamin tuh galau akan dikandung hayat terus menerus. Mending dengerin lagu perjuangan, rock, atau lagu yang rada ngebeat..hehehee, kan galaunya ilang tuuuh.
  2. Mending enggak usah menyendiri di kamar, malah si galau yang bakal rajin menemin kita, alhasil kita bakalan galau terus-terusan. Mendingan jalan-jalan, kumpul di ruang keluarga, silaturahim sama teman, berkebun, beresin genteng bocor, benerin ledeng, nyapu seluruh rumah (lhoooo galau malah jadi PRT, hehehe)
  3. Ini yang paling penting, banyak-banyak ingat sama Pemilik Cinta. Minta diberi petunjuk, dihilangkan kegalauannya. Dzikir aja, kan kata Allah, zikir itu membuat hati kita jadi tenang. (Allaabidzikrillahitatmainnulquluub-Ingatlah,hanyadengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”) Q.S Arradu ayat 28)
  4. Kembalikan semuanya pada Allah, serahkan hati-hati kita pada yang Maha Penggenggam hati, karena kita enggak pernah tahu mana yang baik dan buruk. Kita kan enggak tahu apa si dia yang kita incer itu akan jadi yang terbaik buat kita, atau malah akan menyakiti kita di kemudian hari. So, yakin aja deh, pasti Allah akan kasih yang terbaik. Apalagi buat sobat putih-abu, abu yang emang naksir lawan jenis bukan niat untuk nikah kan? Jalan masih panjang, daripada nyakitin mending cut aja deeeeh :D
  5. Sholat, ini juga penting. Hayooo masa kalau lagi naksir orang yang kita suka, kita rela berbuat apa aja, eeh buat sholat lima waktu aja perintah dari Allah kita males2an, gimana Allah mau kasih pasangan yang tepat buat kita :D? Ingeeett lho laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, begitu pun sebaliknya.
  6. Baca surat cinta dari Allah. Huuuuu giliran baca inbox, dm, timeline, coment, sms, sampe email dari orang yang lagi kita gebeeet aja seneeeeeeeng bukan kepalang, tapi giliran baca surat cinta dari Allah...aduuuh terbata-bata, senen-kemis, gimana dong guys kita mau terbebas dari GALAU, yang ada itu GALAU makin bersarang di hati kita. Mau lama-lama jadi bumerang dalam hidup kita kaaannn enggak yaaa?
  7. Lakukan aktivitas yang lebih penting. Inget guys, banyak mimpi yang harus kita raih, enggak melulu mikirin urusan cinta remeh temeh. Tapi ini tidak berlaku buat yang udah mau nikaaaah lhooo, kalau itu nanti lain pembahasan (saya belum berkompeten, hihihi)
  8. Yakinlah akan indah pada waktunya. Mending tebar cinta kasih di bumi ini untuk semua orang. Bukankah rahmat Allah bertebaran di muka bumi? Pinter-pinter menangkap. Siapa tahu kita yang dapat, lalu sebar kembali menjadi sebuah kebaikan.

So, kurang lebih ini tips buat hindarin GALAU. Kalau masih GALAU juga?? Waduuuh saya angkat tangan aja deh.
So..nikmati hidup tanpa galau guys :D

Semoga bermanfaat. Salam anti galau ^_*v

Kamis, 06 September 2012

Catatan Kecil Jelang Pemilukada DKI Jakarta (Lee Myung-bak yang Menginspirasi, Sepintas Ahmadi Nejad Juga)



“It’s a sweet memory 30’years ago when I was young. But now I believe Indonesian together with Korean parteners are continuing the construsctions and bilateral cooperation for the betterment of Indonesia.”
 Pernyataan ini disampaikan oleh Presiden Korea Selatan ketika melintasi mulusnya tol Jagorawi, menuju pabrik Garmen Korea di kawasan Gunung Putri, Bogor. Kunjungan kerja tahun 2009 (artikel Rakyat Merdeka 2009, Kusmayanto Kadiman).
Lee Myung-bak, Presiden Korea Selatan, terpilih awal tahun 2008. Lahir di Osaka-Jepang tahun 1941 dari pasangan petani miskin. Ketika itu Korea Selatan masih di bawah kendali Jepang. Setelah itu mereka tinggal di Pohang-Korea. Hidup dari keluarga miskin, menyebabkan ia harus rela makan apa adanya, termasuk ampas gandum. Gigih, cerdas, dan pekerja keras, itulah sosok Lee muda. Hingga sejak duduk di sekolah dasar hingga universitas selalu melalui jalan beasiswa. Melanjutkan studi di Seoul National University, dan menjadi aktivitis permanen di sana. Hingga gara-gara statusnya sebagai demonstran yang pernah merasakan dinginnya lantai penjara, menyebabkan Lee kesulitan mencari lapangan pekerjaan. Beberapa kali Lee selalu ditolak saat melakukan lamaran pekerjaan di perusahaan, salah satunya adalah Hyundai Group. Hingga suatu masa Lee melakukan protes dengan menulis surat pada presiden Korea kala itu. Dia menuliskan betapa sulitnya mencari lapangan pekerjaan hanya karena statusnya sebagai seorang demonstran. Dari tulisan kecil inilah yang akhirnya mengubah jalan hidup Lee. Dengan kerja keras dan kecerdasaannya hingga CEO Hyundai Group melirik dan memanggilnya untuk bergabung di Hyundai Group dan menuai karir sukses di sana.
Tahun 1992, Myung-bak terjun dunia politik praktis. Hingga ia akhirnya terpilih menjadi walikota Seoul. Setelah menjadi walikota pun jiwa aktivitisnya masih melekat dalam diri Myung-bak. Ia melakukan banyak perubahan dengan program-program Seoul sebagai kota ramah lingkungan. Banyaknya taman kota sebagai penyeimbang pembangunan yang terus menerus tumbuh, sarana transportasi yang memadai, taman bermain, fasilitas olah raga, sungai bersih, hingga pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi dan rekreasi. Dengan adanya waterway di Seoul. Maka layaklah jika Myung-bak mendapat gelar pejuang lingkungan versi majalah TIME.
Awal tahun 2008 Lee Myung-bak berhasil melenggang menuju Blue House, melalui proses pemilihan yang demokratis. Sebuah perjuangan panjang untuk bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Tentunya bukan hanya dirasakan untuk pribadi, tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat luas.
Perjuangan Lee Myung-bak, seolah memaksa ingatan saya saat membaca artikel tentang gigihnya Presiden Iran Ahmadi Nejad yang juga berjuang mendobrak segala kebiasaan yang menghambat pembangunan bangsa. Lihat saja Iran sekarang tumbuh menjadi negara insustri baru yang telah begitu jauh melenggang meninggalkan Indonesia. Iran lepas dari pengaruh negara-negara kapitalisme. Iran mencoba berdiri sendiri. Muncul pertanyaan dalam kepala. Siapakah yang beruntung. Rakyat Korea dan Iran yang memiliki pemimpin sehebat Lee Myung-bak dan Ahmadi Nejad? Ataukah kedua pemimpin negara tersebut yang beruntung memeliki rakyat yang kooperatif dan mau bersama-sama melakukan perubahan? Ah, entahlah saya tak tahu pasti.
Kini saya bermimpi, andai Jakarta memiliki pemimpin berjiwa aktivis seperti Myung-bak. Berani mendobrak berbagai pernak-pernik kotor yang sudah melembaga di Indonesia, tentunya seperti harapan Presiden Korsel, Jakarta-Seoul bisa menjadi partner sejajar. Andai Sungai Ciliwung terberdaya seperti Sungai Han. Dimanfaatkan dengan baik sebagai sarana transportasi dan rekreasi. Andai fasilitas angkutan umum benar-benar mudah dan nyaman, hingga tak perlu lagi suara bising klakson dari kendaraan pribadi yang memekakkan telinga hanya karena tak sabar berada dalam antrian kemacetan panjang. Andai taman kota di Jakarta tersedia cukup banyak, sehingga bisa menjadi penyeimbang Jakarta yang terus tumbuh dalam pembangunan. Ah..andai, tanpa mengecilkan kota tempat saya dibesarkan dan tempat saya berpeluh-peluh mencari sesuap nasi. Saya akan memejamkan mata dan bermimpi lagi. Jakarta seindah Seoul. Sehingga tak perlu lagi ada kiblat Hallyu besar-besaran yang utopis karena Jakarta sudah mampu menjadi twin city Seoul. Bermimpi sajalah, meski tak tahu kapan terwujud. Namun bukankah semua yang sudah kita dapatkan di hari ini adalah hasil dari mimpi-mimpi kita di hari kemarin? Sama seperti mimpi Korea Selatan yang ingin mengungguli Jepang (negara penjajahnya) dan kini berbondong-bondong Seoul menjadi destinasi wisata, tak kalah dari Tokyo. Sekedar catatan saja, Korea merdeka dari penjajahan Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, hanya lebih dua hari saja dari kemerdekaan Indonesia.
So..tahukah Anda apa yang menyebabkan Lee Myung-bak merasakan memory manis saat melintasi tol Jagorawi? Hmm, sebab dialah yang menjadi kontraktor pembangunan tol tersebut di era pemerintahan Presiden Suharto, saat berusia 30 tahun. Maka perjalanan manis itu kembali mengingatkan atas hasil keringatnya membangun jalan tol yang mulus untuk Indonesia. Semoga Jakarta bisa belajar dari Seoul.  
(referensi: hasil selancar di Internet, artikel Rakyat merdeka-tulisan Kusmayanto Kadiman, yang dibukukan oleh PT Gramedia, dalam buku berjudul: Sains dan Teknologi, jika dalam tulisan ini ada data yang tidak benar, mohon diralat.)

Sabtu, 01 September 2012

Batas Atmosfer- part 2

"Mbak Nira?" panggil seorang pria. 
Aku menoleh, Ooh ternyata Rifqi, juniorku di kampus. Satu jurusan, sekaligus orang yang cukup tahu tentang daftar hitamku di mata para dosen. Aku tersenyum, dengan mimik heran dia menghampiriku. Adakah yang ingin dia sampaikan? Tentunya dia heran bukan kepalang. Mahasiswi bandel seperti aku yang dulu ia kenal, sekarang berada di tengah-tengah peserta seminar internasional, undangan khusus pula. Astagfirullah, lagi-lagi aku merasa ujub. Ah kenapa jasad ini senang sekali menyombongkan diri!
"Apa kabar Qi," sapaku duluan.
"Baik Mbak Alhamdulillah, wah Mbak Nira di sini sedang apa?"
"Hah?" Aku mengernyitkan kening, tentu saja tak perlu menjawab pertanyaannya.
"Ooh, maaf Mbak, maksud saya kita ketemu lagi di sini. Emm, Mbak dari instansi mana?"
Rifqi meralat pertanyaannya.
"Aku menjulurkan kartu pers. "Tugas kantor Qi."
"Ooh, jadi benar ya Mbak Nira sekarang wartawan. Kenapa banting setir? Enggak coba ikutan test CPNS Mbak?" tanyanya memberondong.
Aku tersenyum dan menggeleng, bersamaan dengan gelenganku, suara dari MC membuka seminar. Meminta kami segera memasuki ruangan. Dan perbincangan tak penting dengan Rifqi itu pun terhenti.
***
Namanya Rifqi Hisyam. Lulusan dari SMA unggulan di Jakarta. Disebut-sebut Rifqi akan menjadi kandidat calon ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan. Selain pintar, dia juga memiliki skill organisasi yang baik. Tapi nanti jika dia sudah semester empat. Sekarang masih semester dua, dan ini jadi proyek dan tanggung jawabku selaku ketua departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Jurusan. Tugasku untuk Rifqi, Hafiz, dan Aryo adalah memberikan pembinaan yang berkaitan dengan kaderisasi kepemimpinan. Aneh memang, seorang perempuan sepertiku malah yang harus mengkader pria-pria hebat dan cerdas seperti mereka. Seharusnya ini adalah tugas dari Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan, tapi sayangnya Pak Ketua terlalu mempercayaiku, memberikan tugas berat ini pada seorang perempuan yang bukan apa-apa, apalagi tidak punya prestasi akademik yang menonjol. Aku hanya khawatir tidak bisa mengimbangi mereka.
"Nira, jangan minder. Kamu enggak punya IPK tinggi, bukan berarti enggak punya pengetahuan bagus. Ini hanya masalah nilai di atas kertas. Aku yakin, Kamu mampu mengimbangi mereka. Saat ini aku hanya percaya kamu!" kata Arga, sang ketua organisasi memberiku semangat.
Ternyata kekhawatiranku jadi nyata. Masalah muncul. Bukan dalam kerja di organisasi, sebab selama aku mengkader mereka di dalam organisasi semua berjalan mulus dan baik-baik saja. Masalahnya muncul saat aku mengambil mata kuliah yang tercecer, sehingga harus bersama dengan para junior, tidak tanggung-tanggung, dua angkatan di bawahku sekalian. Mereka itu ya Hafiz, Rifqi, dan Aryo. 
Ketiganya kaget, saat tahu di angkatanku, hanya aku seorang diri yang harus mengambil mata kuliah bersama mereka. Parahnya lagi, dosen mata kuliah tersebut, bukanlah dosen yang menyukaiku. Beliau sepertinya memandang aku dengan sebelah mata. Mungkin karena usia yang sudah lewat batas untuk mengambil mata kuliah bersama mereka. Pernah aku dibentak di dalam kelas oleh dosen tersebut. Pasalnya sederhana menurutku, tapi tidak untuk beliau tentunya. Sepekan yang lalu aku tidak masuk kelas. Memanfaatkan jatah absen 3 kali untuk mengikuti aksi turun ke jalan, memprotes kenaikan harga BBM bersama rekan-rekan mahasiswa yang lain. Entah siapa yang memberikan laporan tak penting itu pada dosenku, hingga berita aku turun ke jalan sampai ke telinga beliau. Lantas dengan kasar beliau mengatakan bahwa aku sudah menodai amanat yang diberikan oleh orang tuaku. Bukankah setiap orang tua menginginkan anaknya kuliah dengan manis tanpa ikut kegiatan yang aneh-aneh? apalagi jika bersifat mengancam akademik, jiwa, dan raga. Dengan berapi-apinya dosen tersebut menunjuk-nunjuk wajahku, lalu mengungkit dosa-dosaku di masa lalu. Seperti absen-absen yang pernah aku lakukan. Huh..lelah, bukankah mahasiswa yang lain juga melakukannya? memakai jatah absen, bahkan ada yang mereka manfaatkan untuk sekedar nongkrong di "base camp" masing-masing, atau malah bersantai di rumah. Tapi aku? Apa aku salah pakai jatah absen untuk ikutan turun ke jalan, bersama mereka yang masih memiliki idealisme, ciri khas mahasiswa. Mahasiswa yang darah terlalu panas. Seperti hari di mana aku dibantai oleh dosen tersebut, darahku panas hingga ubun-ubun. Namun aku tak punya nyali untuk menjawab, atau sekedar menatap wajahnya, aku tak sanggup. Aku hanya mampu tertunduk lesu, bak pesakitan yang rela terima tuduhan dari jaksa. Setelah ritual pembantaian itu selesai, Rifqi yang duduk di depan menoleh ke arahku. Sorot matanya iba, tapi mungkin juga kecewa. Ternyata senior yang mengkadernya selama ini tak sebaik dari apa yang ia bayangkan. Sementara Rifqi selalu berusaha menjadi mahasiswa manis, anak mas para dosen. 
Aku babak belur saat itu. Seratus menit perkuliahan, sepertiganya dipakai untuk melucuti semua dosa-dosaku. Aku dituduh sebagai mahasiswa lilin. Yang hebat dalam organisasi tapi babak belur dalam studi. Allah...ini memang salahku, manajemen waktuku buruk! Hasilnya luar biasa, setelah hari itu, Rifqi perlahan menjauh dariku, menjauh dari organisasi. Dia memilih untuk mendekati para dosen, mengerjakan setumpuk project penelitian ke berbagai daerah. Hingga Rifqi lulus cepat, akselerasi. Lagi-lagi nasibnya beruntung, lulus kuliah, lulus juga test CPNS nya di LIPI, bergengsi bukan? Sementara saat itu aku masih tertatih menyelesaikan skripsi. Hingga aku lulus dengan waktu yang nyaris habis, Hampir saja aku di DO jika terlambat satu semester lagi.
***
Dan hari ini sorot mata Rifqi berubah lagi padaku. Berubah heran tepatnya. Mungkin heran denganku, senior yang ia pikir sudah memiliki masa lalu suram, kini malah berada di tengah-tengah mereka yang mungkin riwayat akademiknya cemerlang. Salah satunya seperti Rifqi yang telah menamatkan S2 nya di Boston, USA. Dua tahun belakangan dia tidak terlalu banyak tahu tentang perkembangan di Indonesia. Dia tak tahu aku kini menjadi jurnalis di sebuah surat kabar nasional, dan memang tak perlu tahu. Biarlah dia cukup tahu aku yang kacau dan tak bisa dijadikan teladan. Terserah jika ia masih memandangku dengan sebelah mata.  Bahkan ia nyaris tak percaya aku ada dalam seminar internasional ini. Sebab memang tidak mudah untuk bisa berada di tengah-tengah komunitas para ilmuwan hebat ini.Ups..Astagfirullah, lagi-lagi kesombongan itu mencoba mendekapku!
***
Bersambung .........

Modifikasi Bahasa (Cemungutt Kaka ^_^ v)



“Cemungutt ya kakaaaaaa”
“Wow itu orang keceeeee badai!”
“Aiihh, gw RT sama lu!”
Apa kabar sahabat? Kali ini saya mengajak untuk menyermati bahasa prokem (pergaulan) yang sudah mewabah di Tanah Air tercinta. Andai HB Jassin atau JS Badudu masih ada tentu akan menangis melihat fenomena bahasa pergaulan yang sudah terombak oleh mulut dan tangan yang begitu kreatif. Entah darimana awalnya. Awal tahun 2008, tepatnya pertama kalinya saya terjun ke dunianya para remaja. Sejak saat itu saya terbengong-bengong dengan bahasa remaja yang porak poranda. Fenomena ini sah-sah saja, bebas, dan enggak dosa malah. Selama bukan bahasa umpatan atau bahasa kasar yang menyebut-nyebut hewan berkaki empat. Tapi lihat saja betapa asingnya saat pertama saya mendengar kata “curcol” oooo ternyata itu akronim dari curhat colongan. OMG (Oh My God) awalnya saya ditertawakan oleh mereka (komunitas putih-abu-abu), “Ah payah ibu enggak gaul, masa gitu aja enggak tahu!”
Kesel, iyaaaalah, well saya kuliah capek-capek kirain bisa langsung memberikan materi dan diterima oleh mereka, ternyata tidak hanya sebatas itu saja. Segera saya harus banting stir untuk mempelajari “bahasa” mereka. Urusan pelajaran, KBM, papan tulis, spidol ditanggalkan dulu. Saya mulai dengan mendengarkan, menyimak, dan meniru bahasa mereka. Setidaknya untuk awalan.
Porak-poranda, itu kesan saya terhadap bahasa pergaulan saat ini. Iyalah wong bahasa bagus-bagus diubah jadi aneh. Semangat jadi cemungutt, kece ditambahin badai, hello??? kenapa pakai kata badai sih, lupa ya kalau lagunya Chrisye kan Badai Pasti Berlalu (hehee apaaa coba :D) Nah kalau kece badai berarti kecenya sementara dong (ups sory enggak perlu dibahas) Nah ada lagi bahasanya komunitas abu-abu jaman sekarang yang bikin ngakak. Gara-gara terlalu bersahabat dengan media social twitter, di sana ada RT artinya Re Twit, itu untuk men-twit (menuliskan ulang) jika ada kalimat yang dia setujui dari temannya (eh, saya rasa sobat-sobat sudah banyak mengerti hal ini) Nah yang bikin ngakak ketika saya sedang berada dalam kelas, sebagai guru yang baik dan benar, patuh dan taat pada Pancasila dan UUD 45, saya sharing pengalaman, hingga kata mutiara (cieeeeh..hehehhe, enggak nyambung!) terus ada seorang siswa yang nyeletuk “RT sama Ibu”. Awalnya saya terbengong-bengong, RT? Perasaan saya belum jadi ibu RT deeh (kan belum nikah, bukan promosi lho yaa, hehhe) Tapi seketika saya langsung nyambung, ooh maksudnya dia sepakat alias setuju dengan kaimat yang saya kemukakan barusan. OMG ..geleng-geleng kepala. Nah yang bikin freak saat mendengar kalimat Keppo. Keppo itu artinya pengen tahu. Ini bahasa dari mana lagi asalnya? Proto melayu, melayu madya, sampai bahasa daerah juga kayaknya enggak ada tuh kata Keppo yang artinya pengen tahu. Misalnya gini ada si X nanya “ eh itu cowok dah punya gebetan belum?”
Terus si Y bilang, “Aiihh, keppo banget si lu, naksir yaaa?”
Mungkin kalau jaman saya masih SMA dulu paling saya bilang, “Ah mau tauuuuu ajah.” Tapi sekarang udah beda jaman Men!”
Padahal dulu aja entah eranya siapa, yang pasti saat saya dilahirkan di dunia tuh bahasa udah ada duluan. Seperti sebutan bokap untuk ayah, nyokap untuk ibu, bonyok untuk ayah dan ibu (waduh kacau ya J ), boil untuk mobil, dan sebagainyalah. Makanya bukan salah juga kalau remaja sekarang jadi makin berkreasi dan menemukan istilah-istilah baru untuk memudahkan mereka berkomunikasi. Sebab tentunya dengan sandi-sandi tertentu menyebabkan mereka nyaman berkomunikasi. Ah, di sini bukan kapasitas saya bicara tentang ilmu komunikasi. Hanya saja kepedulian saya pada komunitas putih- abu-abu yang akhirnya jadi banyak tidak tahu bahasa baku yang mereka harus tuntaskan di ujian nasional. Maka itu jika memperhatikan nilai ujian nasional, terdapat angka fantastis untuk bahasa Inggris dan Matematika, tapi sebaliknya nilai menyedihkan ada pada mata pelajaran bahasa Indonesia (yang notebenenya adalah bahasa sehari-hari kita).
Hm, pastinya guru bahasa Indonesia mempunyai PR yang berat, apalagi hama penganggunya adalah media social baik di internet maupun alat komunikasi lain, belum lagi tayangan di televisi yang masih sangat selektif untuk ditonton.
Menurut saya pribadi sih, tak ada yang salah dengan kreativitas. Apalagi maksudnya untuk membuat sesuatu terasa lebih menyenangkan. Pastinya dengan bergaul ala bahasa yang mereka ketahui cukup menyenangkan bukan (buat yang nyambung-hihihi) Tapi, bukan berarti itu menjadi  buta pada bahasa asal kita. Sebagai identitas pribadi Tanah Air tercinta.
So…cemunggut yach J hehehee
Salam Putih-Abu-abu :D

Ketika Sulit Mengelola Ide

Malam ini saya hanya sekedar berbagi  ringan tentang permasalahan ide. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi yang bertahun-tahun...