Sabtu, 28 September 2013

Gaza, Math, dan Jeni


Di koridor lantai dua saat jam istirahat. Di depan kelas Gaza masih merenung, menghadap ke arah sekumpulan anak kelas satu di lapangan. Pandangannya nanar. 


Di lapangan, anak kelas X bermain basket, ada juga yang voli. Namun pikiran Gaza melayang, ia memikirkan sesuatu. 


Betapa cepatnya waktu. Sekarang ia sudah duduk di kelas tiga, beberapa bulan lagi ujian. Sebelum meninggal, almarhum Papa selalu berpesan agar Gaza belajar dengan baik. 


Sekarang Papa sudah tiada. Tetapi permintaan Papa agar Gaza bisa masuk universitas negeri. Itu harga mati. 


Gaza mendesah, gundah. Tadi dia dipanggil oleh Bu Ivy, guru BP. Bu Ivy bilang, Gaza sudah pasti tak bisa ikut seleksi ujian masuk perguruan negeri lewat jalur undangan. Sebab, meski sekarang nilainya meningkat secara drastis, tapi nilai saat ia kelas X dan Xl tidak mencukupi.


Gaza hanya bisa pasrah mendengar itu. Masih mungkin Gaza bisa masuk perguruan tinggi, tapi tidak lewat jalur undangan. Itu berarti dia akan mengikuti tes seleksi masuk perguruan tinggi negeri secara pribadi. Pasti sulit, sangat sulit. Jelas sulit, karena salah satu materi yang diujikan adalah matematika. Gaza tiarap untuk pelajaran itu. 


Kata Pak Tumpak, guru matematikanya, dia bukannya tidak bisa, tapi tidak minat. Di dunia ini tidak ada yang tidak bisa, semua bisa. Hanya mau atau tidak mau. Gaza salah satu anak yang tidak mau mempelajari matematika. 


Menurutnya matematika sangat tidak berfaedah. Tapi kini anggapannya salah. Nyatanya matematika menjadi salah satu materi yang diujikan untuk seleksi masuk perguruan tinggi negeri. 


Ia menyesal sudah menyia-nyiakan waktu dua tahun. Gaza dulu si anak berandal. Tawuran bak preman jadi gaya keseharian. Padahal orang tuanya tak kurang menasihatinya. Gaza bebal, setelah kepergian Papa, Gaza baru menyesal. Menyesali semuanya. Sekarang ia merangkak dari nol lagi. Terlebih wasiat Papa, Gaza mesti sukses, menjaga adik dan Mama. 


###


"Sst..itu Kak Gaza, sumpah keren!" bisik Caca, siswa kelas 1B pada Jeni.


Jeni belum merespons bisikan Caca, tapi dia menatap Gaza dari kejauhan. Iya, dia tahu itu Gaza, siswa kelas 3, mantan preman yang sekarang insyaf. Sebenarnya, sebelum masuk sekolah ini Jeni sudah pernah bertemu Gaza, saat Gaza sedang "mempersiapkan aksinya." 


Saat itu Gaza lagi nongkrong di pinggir jalan, dan Jeni melintas di depannya, tapi seketika Gaza menghalangi, dengan gayanya yang cuek dan cool Gaza mengatakan agar Jeni jangan dulu lewat daerah sini, sebab beberapa detik lagi akan terjadi peperangan. Jeni teringat lagi kejadian setahun kemarin.


"Eh, lu anak SMP Bayangkari ya? cepet hindari daerah ini kalau lu mau selamat, gue enggak jamin keadaan aman!"


Jeni memicingkan mata, "Suka-suka gue dong, gue mau lewat mana, ini kan jalan umum. Lagian ya, orang kayak kalian tuh yang harusnya minggir!" sentak Jeni.


"Yah ni bocah! Sayang lu cewek! Kalau enggak, udah gue....!"


"Udah apa? Lu mau ngapain gue, hah?" Jeni makin nyolot, membelalakkan mata indahnya. 


"Males gue urusan sama cewek, terserah lu deh! Gue udah ingetin!" ucap Gaza malas, sambil ngeloyor pergi meninggalkan perempuan berseragam putih biru yang keras kepala.


Tepukan tangan Caca di pundak Jeni seketika mengembalikan kesadarannya. Jeni melamun, mengingat pertemuannya dengan pria tampan, tapi preman. Gayanya urakan, tapi diam-diam Jeni mengagumi. 


"Jen....ssst Jen, lu jangan bengong, yuk kita main basket lagi, eeh lu mikirin siapa sih?" kata Caca tiba-tiba.


Jeni mengerjap, tersenyum pada Caca yang merobek lamunannya, menggeleng. Lalu perlahan kembali mendongak ke atas, tepatnya ke tempat Gaza berdiri. Dan pria yang sedang dipikirkannya sudah tidak ada. Entah sejak kapan hilangnya. 


"Abis ngeliatin Kak Gaza, yaaa. Ayo ngaku!" Caca menggoda setelah sadar dengan apa yang diperhatikan Jeni tadi. 


Jeni menggeleng cepat, mata indahnya membundar. 


"Ish, enggaklah. Masa gue suka sama cowok preman kayak dia!"


Caca tersenyum lebar melihat ekspresi Jeni yang serba salah. Ia tahu sekali, Jeni memendam rasa pada Gaza, tapi Jeni terlalu gengsi mengatakannya. 


Jeni lalu menarik tangan Caca meninggalkan lapangan menuju kantin. Sesampainya di kantin mata Jeni membelalak lagi. Gaza dengan malas sedang memakan siomai. Jantung Jeni berdegup tak karuan jika berada di dekat Gaza. 


"Ca, balik, yuk." Jeni menarik tangan Caca untuk mengurungkan niatnya ke kantin.


Tapi Caca cepat tanggap. Jeni berbuat begitu pasti karena pria bermata sipit yang tengah makan somay di seberang mereka. Caca malah membisikkan sesuatu pada Jeni, kontan Jeni menggeleng. Tapi Caca menarik tangan Jeni. 


"Kalau enggak sekarang, kapan,dong! Ayo ah, ntar nyesel keburu Kak Gaza lulus, lho!"


Dengan langkah berat dan wajah memerah bak kepiting rebus, Jeni menuruti Caca. 


Dengan santainya Caca menghampiri Gaza, ia duduk di depan Gaza, sementara Jeni berdiri mematung. 


"Halo Kak Gaza, boleh kenalan?" sapa Caca sok akrab. 


Gaza memandang gadis berambut kriting di depanya, sekilas, lalu kembali melanjutkan makan. Wajahnya acuh tak acuh dengan kedatangan Caca. Caca tampak tenang. 


"Kenalin, nama gue Caca, kelas XB, temen di sebelah gue namanya Jeni." Caca menoleh ke arah Jeni yang tampak grogi. Gaza bergeming, hanya menoleh sekilas ke arah mereka. 


Dengan senyum semringah, Caca menyodorkan tangannya, tapi Gaza tidak menyambutnya. Gaza malah membuang wajahnya. Ia paling tidak suka berurusan dengan cewek genit seperti mereka. Terlebih cewek yang berdiri di depannya, ia ingat. Anak ini dari kelas XB, dulu pernah membentaknya saat ia ingatkan untuk minggir. Cih, cewek judes dan galak, juga ia tak suka. Lantas mengapa sekarang keduanya mendatanginya, mengajak berkenalan. Jelas, itu bukan gayanya. 



Senyum di wajah Caca lenyap, ia menghela napas berat. Oke, dia tahu konsekuensinya beramah-tamah dengan pria dingin dan sombong di hadapannya. Baiklah, mungkin sepertinya ia akan menjelaskan pada Jeni, bahwa tak usah lagi mendekati atau bahkan mengagumi pria seperti Gaza.


"Sorry, ganggu waktunya ya, Kak Gaza!" ucap Caca tegas. Dia bangkit berdiri. 


"Ayo Jen. Sorry ya, gue udah buang waktu ngajak ke sini!"


Gaza menyeringai. Bukan salahnya kalau mereka pergi. Ia hanya tak suka. Tapi seketika ia teringat sesuatu. 


"Tunggu!" Gaza berteriak. Kedua cewek itu berhenti. Caca menoleh cepat. 


"Lo manggil kami, Kak?" Caca mengkonfirmasi. 


Telunjuk Gaza mengarah ke Jeni. "Elo Jeni kelas XB, pemenang olimpiade math kemarin, ya?" 



Gaza lalu berdiri, mendatangi juniornya tersebut. Menatap Jeni dalam. Jeni berusaha tenang, meski hatinya kebat-kebit. Kalau dulu ia bisa garang di depan Gaza, sekarang ia seperti kehilangan taringnya. 


"Iya bener, dia Jeni anak XB, yang kemarin …" 


Caca tersadar, ia tak menerukan kalimatnya. Gaza hanya menatap Jeni dalam. 


"Iya. Kenapa? Ada masalah sama gue?" jawab Jeni akhirnya. Jeni menjawab dengan lantang. 


Hati Jeni makin kebat-kebit. Pria ini jelas sekali berdiri di depannya. Wajahnya yang tirus, kulit putih bersih, mata sipit dengan sorotnya yang tajam. Ah, Gaza memang tampan meski sangat dingin tapi dia suka. 


"Kalau gitu, gue minta tolong. Ajarin gue math tingkat dasar. Gue butuh untuk ujian masuk. Universitas tahun ini. Gimana? Gue bayar berapa?"


Jeni membelalakkan matanya. Gaza tampan, dingin, juga sombong. 


"Gimana?" tanya Gaza lagi. 


Jeni bergeming. 





Sabtu, 21 September 2013

Semua Akan Baik-Baik Saja

"Semua akan baik-baik saja, bukankah saat-saat tersulit bahkan pernah kita lewati dalam hidup ini? Dan bukankah semua berjalan baik-baik saja? Buktinya, kita masih dalam keadaan baik-baik saja, tetap dalam lindunganNya, meski langkah kaki pernah terseok dan bahkan pandangan juga pernah terasa hampir kabur, bisa saja kan, apa yang kita mau hanya tertunda, sebab Dia yang paling tahu mana yang terbaik untuk hamba2Nya."

Dalam hidup, sesekali kita perlu menengok ke belakang, bukan untuk terus dilihat, tapi hanya sekedar untuk dijadikan pembelajaran. Dan ketika apa yang kita mau belum kita dapatkan, bisa saja itu hanya sekedar tertunda, atau bisa jadi akan diberi dengan yang lebih baik lagi, hanya saja Allah ingin melihat bagaimana persangkaan kita kepadaNya. Bukankah pelajaran hidup sudah banyak kita lihat dan kita lalui bahkan, bahwa semua akan berjalan dengan baik-baik saja.  Seperti kalimat Mbak Afifah Afra di twitternya. "Kata seorang teman psikiatri, pagi bagi orang yang kehilangan harapan adalah saat-saat paling penuh tekanan. Rileks-lah dg sebut asma-Nya..." 

Iya rileks saja, santai saja, dan yakin saja, bahwa semua yang terjadi pada hidup kita sungguh semua sudah ada yang mengatur. Dan bukankah daun yang jatuh saja tak luput dari penglihatanNya, maka apakah mungkin untuk urusan serumit anak adam yang memang diciptakan untuk menjadi khalifah di dunia akan luput dari perhatianNya? Sungguh tidak! Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-hambaNya, hanya kadang kita saja yang sebagai hamba senang bertindak sendiri, sibuk sendiri, resah sendiri, takut sendiri, seolah tidak ada Allah tempat bergantung. Tidak mau mengembalikan semua urusan pada Allah. Ah, bukankah saat-saat tersulit sudah pernah kita alami? Dan saat-saat itu Allah senantiasa hadir dengan pertolonganNya, bahkan di saat kita merasa sudah mentok, bingung mau mengusahakan yang seperti apa lagi. Dan pada saat kepasrahan, hadirlah pertolonganNya dengan begitu cepat. Namun, bukan lantas setiap urusan kita pasrahkan begitu saja, ikhtiar mutlak! wajib hukumnya, mengusahakan sesuatu yang memang kita cita-citakan, kita inginkan, dan bukan hanya untuk sekedar menggugurkan kewajiban semata. Namun, ketika apa yang kita usahakan sepertinya tersangkut pada satu belukar penghalang, biasanya saat-saat seperti itu kita mudah limbung, hingga rasa syukur menjadi sekedar penghias bibir, atau mungkin rasa syukur mendadak menguap entah kemana, astagfirullah. 

Benar, sulit sekali ketika apa yang sedang kita harapkan, kita sukai, kita mau, kita cita-citakan mendadak menghilang, atau tertunda pada waktu yang kita tidak ketahui, sehingga cepat sekali kita memvonis, menjadi gelap mata, seolah tak tahu apa lagi yang harus dilakukan, tapi yakinlah dan tetap gantungkan harapan padaNya! Sebuah keyakinan kadang membuat semangat baru yang juga menghasilkan amunisi-amunisi baru, rileks saja bahwa Allah ada di dalam semua ini. Bahwa Allah campur tangan dalam semua kehidupan kita ini. Allah hanya ingin melihat usaha yang berpadu harmonis dengan doa-doa kita yang melangit.

Semua akan baik-baik saja, Lihat saja diri kita saat ini? Dengan anggota tubuh yang masih utuh bukan? dengan napas yang masih lapang bukan? Dengan kehidupan yang masih baik-baik saja bukan? Ya, bahkan lihat saja sinar mentari pagi ini, langit pagi ini, keindahannya masih sama, masih sama dengan sebelum kita memiliki harapan pada apa yang kita mau.

Langit masih biru, angin masih semilir menyejukkan, air putih masih terasa segar di tenggorokkan, napas masih lapang, anggota badan masih utuh, dan semua kebaikan serta kenikmatan yang Allah beri  untuk kita, semua masih ada, lantas tidak ada alasan untuk tidak merasa baik. Tidak ada alasan untuk merasa hidup kita kacau, tak ada alasan untuk kita kehilangan harapan dan tertekan. Manusiawi, biasanya tatkala masa-masa sulit hadir,  kita begitu kaget, terkejut, bahkan limbung. Namun kembali lagi, ada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Selama kita masih mengembalikan urusan kepadaNya, selama kita selalu dalam rasa syukur kepadaNya, selama pengharapan ini masih kita gantungkan kepadaNya, yakinlah..semua akan baik-baik saja.

"Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir." (QS: Yusuf: 87).



Happy weekend...semoga hari ini indah, sama seperti indahnya hari-hari sebelumnya. Dan semoga hari ini adalah hari yang lebih baik dari sebelumnya untuk kita jalani. Tetap produktif, tetap mengingatNya. Selamat menjalani hari ^^

Allahualambishowab


Sabtu, 14 September 2013

Catatan Perjalanan: Serunya Bogor, Seseru Aku Mengenalmu ^^

"Mbak ke Bogor yuk!" gadis mungil itu mengajakku dengan sangat spontan. Tanpa berpikir panjang aku mengangguk dan menjawab cepat. "Ok! sabtu depan, jam sepuluh ketemu di stasiun kalibata." jawabku semangat.

Ira, namanya Ira Setiawati. Badannya mungil, pakai jilbab dan kacamata. Gayanya sporty. Lulusan Tekhnik Kimia UI, umurnya cuma setahun dibawahku. Perkenalanku dengannya terjadi saat dia masih iseng-iseng jadi guru, hehe iya soalnya sekarang doi udah kurang lebih tiga tahun menjadi abdi negara di Departemen Perindustrian, dan ditempatkan di Lampung. Terus yang bikin geregetan, doi juga malah udah sempet nyicipin makanan di Nagoya--huhu -_- hehhe. Wah pokoknya singkat kata dulu waktu kami masih sama-sama ngajar di satu sekolah, akrab gitu deh, sampai sekarang juga masih deh, meski jauh di mata deket di jantung. Heheh apaa coba? 
Enggak tahu kenapa aku berasa nyambung aja sama dia. Padahal dia diem, enggak terlalu banyak bicara, sementara aku HERI (HEboh sendiRi) hihi, tapi suer kami nyambung banget, kami suka berbagi cerita, dan ada kesamaan di antara kami. Saya dan dia suka jalan di tempat-tempat yang pake tantangan. No Mall, No Shopping! Yes adventure, Yes hiking, Yes backpakeran..hehhe. Padahal kalau dia udah ngobrol, wiih bisa rame juga lho, cuma ya emang harus dipancing, dan sepertinya aku sukses membuatnya banyak bicara. Dan cerita ini akan kumulai, saat perjalanan kami ke Bogor, tiga tahun lalu. Lamaa ya...iya, dan baru sempet bikin catatan perjalanannya. Setidaknya ini hutangku padanya..ciiieh cuit-cuiiiit :D

Kenapa kami milih Bogor? Aaah..jawabnya karena tempatnya adeem, dan Kebun Raya Bogor jadi incaran yang akan kami kunjungi. Jam sepuluh kami ketemu di stasiun kalibata (kesiangan sih emang, tapi yaa namanya juga cewek ya, kalau hari libur kerjaan di rumah seabreg yang harus diselesaikan) naik kereta api ekonomi AC, siapp cap cus, sampai sekitar satu jam kami udah sampai di stasiun Bogor. Gimana rasanya? wwiiih kami udah kayak orang norak, hehe, padahal saya dan dia sering ke Bogor, cuma entah kenapa setiap ke Bogor, selalu punya sensasi sendiri. Dan yaah ternyata sampai sana mendung, petirnya udah menyambar-nyambar, belum hujan sih. Sekitar jam sebelas kami ke Masjid Raya Bogor, nunggu hujan turun aja dulu lah, habis gelaaap banget saat itu. Dan akhirnya sampai zuhur tuh hujan yang ditunggu-tunggu enggak turun juga. Oke lepas zuhur, kami lanjutkan ke Kebun Raya Bogor, tapi eeh..sebelumnya sempet jajan dulu di taman topi deket stasiun, beli roti unyil, sementara saya masih aja celingak-celinguk liat tukang toge goreng...eeeh nasiib, toge goreng langganan enggak ada..hikks.

Sampai di Kebun Raya Bogor kami kesenengan, udah kayak bertahun-tahun enggak kesana. Sst...serius lhoo yang namanya Kebun Raya Bogor itu selalu jadi tempat favorit. Dan disana si hujan turun dengan derasnya. Ya terpaksa neduh dulu sambil makan di saung. Masalah harga? aah...alhamdulillah murah meriah, bersih dan hehhe enaks :D. Hujan reda, terus kami capcus explore Kebun Raya Bogor, biasalah apa lagi yang dicari kalau bukan tempat-tempat keren buat poto-poto, padahal aadduh...di sana banyak juga sudut-sudut yang dijadiin tempat pacaran. Heheh, kami sih cuek, cuma mereka risih kali ya kedatangan dua mahluk manis pengganggu.
Taman Tuilres, Taman Mexico, Jalan Rafless, jadi tempat favorit buat mejeng. Vegetasinya itu lho..duh bener-bener bikin mata terus ngeliat. Dan di sana kami poto di depan kendaraan Baracuda milik Polisi, heheh (nah kan norax lagi..) Pokoknya judulnya foto-foto sambil "thawaf" di Kebun Raya Bogor. Praktis lima jam kami mengeksplore Kebun Raya Bogor, alhamdulillah selama itu hujan udah enggak turun lagi. Happy bener deh, gilanya lagi, kami keluar itu udah enggak lewat pintu utama, tapi lewat pintu samping sebelah Museum Zoologi, itu karena keluar udah jam lima sore, enggak kebayang kalau kami terkunci di area Kebun Raya, kan enggak seru, soalnya kan enggak bawa tenda dome..-eeeh ^^.

Nah sampai di stasiun aja, kami masih sempet-sempetnya wisata kuliner, berburu asinan Bogor. Sementara saya masih juga celingukan cari si Akang penjual toge goreng langganan, soalnya kalau yang lain rasanya belum tentu cocok sama lidah, eeh tumben si Akang mah kayaknya enggak jualan. Ok toge goreng melayang. Terus nunggu kereta lumayan lama, sampai sempat sholat magrib di stasiun Bogor. Daaan sampai di dalam kereta kami berdua teler. Padahal waktu jalan-jalan beneran enggak berasa capek lho, eeh pas giliran duduk, haduuh ada sakit kepala, badan terasa pegel, iyalah non stop selama lima jam kita jalan terus. Dan kita sudah menggunakan energi dengan sangat besar saat itu, tapi well seneng dan terbukti saya enggak lupa, malah pengen lagi. 

Dan setelah Mbak Ira di Lampung, saya kehilangan sosok unik sepertinya. Temen jalan yang keren abis, No Mall, No Shopping. Sanggup diajak berlelah-lelah, asik buat jadi temen curhat. Ira-chan begitu sekarang saya memanggilnya, sejak dia udah berkunjung ke Nagoya hehe, iya Ira-chan itu salah satu best pren :D di antara best pren-best pren saya yang lain, hehe. 

So, meski saya senang jalan-jalan sendirian, ngukur jalanan seorang diri, heheh, tapi ternyata kalau dapat temen jalan yang seru dan nyaman pasti perjalanan lebih berkesan dan berbekas. Ntar kapan-kapan pengen ke Krakatau ah sama Mbak Ira...mumpung doi di Lampung. Cheers ^^ Arigato gozaimasu Ira-chan. 

Ini  yang namanya Ira Setiawati, sayang dokumentasi kita waktu di Bogor hilang ya?? hiks, jadi aku pakai potomu sajah :D

 

Jumat, 13 September 2013

Oleh-oleh dari Cisarua---Pemimpin, Amanah, dan SMA Adi Luhur

Siaaang....Jakartaaaaa!!!!
Assalamualaikum wr..wb :)
 
Back to Jakarta lagi, setelah dua hari ngungsi cari yang seger-seger di Cisarua-Bogor. Udara segar ya maksudnya. Bukan buat rekreasi, apalagi buat ngabisin duit..wadoooww enggak lah ya, tapi buat dapet duit...hihi alias dalam rangka kerja. Ceritanya di skul nih lagi ada acara LDKS sekaligus pelantikan OSIS baru.
 
Biasalah tiap tahu selalu ada ritual Latihan Dasar Kepemimpinan di luar sekolah, ternyata bukan cuma luar sekolah, tapi juga luar Jakarta. Enggak tahu alasannya kenapa mesti ke Cisarua-Bogor tuh bagi saya udah kayak area jogging track..heheh---ups...becanda, hehe. Tapi ada yang menarik di LDKS kali ini, selain acara motivasi materi yang bagus, jurit malem yang rada horro (banyak korban tumbang liat ini-itu-maksdunya yang gaib-gaib), dan olahraga pagi. Bukan, bukan cuma itu yang menarik untuk saya bahas dan saya buat tulisan. Tapi karena adanya sebuah peralihan kepemimpinan dari OSIS lama ke OSIS baru.
 
Secara aklamasi, tahun lalu terpilihlah Reika Dyah Pitaloka yang jadi ketua OSIS di SMA Adi Luhur, dan setahun sudah Mbak Reika ini mesti lengser, enggak peduli dia udah tuntas atau belum dengan amanah-amanahnya di tahun lalu, pokoknya waktu yang mengharuskan Mbak Reika lengser. Dan secara aklamasi juga terpilih Ricky Kurniawan sevagai ketua OSIS di SMA Adi Luhur untuk tahun ajaran 2013/2014. Nah Mas Ricky ini apapun terjadi harus mau mengemban amanah untuk setahun kedepan sebagai ketua OSIS. Enggak tahu deh kenapa duo R ini lagi yang mendominasi tampuk jabatan..heheh
 
Dan tadi saat serah terima jabatan, duh kok saya yang menyaksikan rada merinding gitu ya? Apa saya yang terlalu kebawa perasaan? lebay? terlalu mendramatisir sebuah peristiwa? Ah enggak deh kayaknya. Hm, saya langsung ingat, sebab ini bukanlah sebuah peristiwa biasa. Yang namanya amanah tetaplah amanah. Jadi seluruh semesta ikut menyaksikan amanah baru yang diterima sama Mas Ricky sebagai pemimpin kali ini. Dan menjadi pemimpin bukalah peristiwa main-main. Ada segudang tanggung jawab dan harapan ada di pundaknya ketua OSIS kali ini.
 
Jabatan bukanlah prestise, kebanggaan, atau apalah, tapi adalah musibah..musibah untuk orang-orang yang takut pada Allah. Tapi bias jadi anugrah, ketika seseorang yang takut pada Allah ini lantas menggunakan jabatanannya dengan benar, tidak menyianyiakan, dan berusaha maksimal menjalankan amanah yang didalamnya. Apalagi menjadi seorang pemimpin!
 
Jabatan juga bukan sekedar peristiwa sejarah yang juga cuma sekedar untuk dilalui dan ingat. Jangan sampai kita cuma bilang gini " Oh iya dulu saya pernah jadi ketua ini, itu, anu," just it, tapi hasilnya? biasa aja, dalam hati kecil, sebenernya kita enggak merasa puas, bahkan meruntuki diri kenapa kita enggak bisa maksimal saat itu. Ah, well, alakulihal, no body's perfect...sejatinya manusia tetaplah manusia. Banyak salahnya, kita pun menginnginkan pemimpin yang ideal yang kalau bisa enggak ada cacatnya, tapi mungkin kita juga boleh bercermin, bagaimana kita yang dipimpin olehnya? Pemimpin dan yang dipimpin mungkin harus bisa bersinergis, bekerja sama, saling tolong menolong sehingga tujuan-tujuan bersama dapat kita capai.
 
So, ehm..selamat buat anggota dan kepengurusan OSIS SMA Adi Luhur yang sudah dapat pemimpin baru, juga selamat sama ketua OSIS yang baru. Semoga kita bisa saling bersinergis satu sama lain. bergandengan tangan, sehingga terwujuda apa yang kita inginkan.
 
Sekian dulu oleh-oleh dari Cisarua. Next time ada cerita menarik dari landskap Allah yang juga menarik. Cheers ^^
 
Reika, ketua OSIS SMA Adi Luhur 2012/2013
Ricky, ketua OSIS SMA Adi Luhur tahun 2013/2014

 

Senin, 02 September 2013

Ospek?? Santai Ajaaaa Kaleee ^^

Sudah sering dengerkan sebutan ospek? Akronim dari Orientasi Pengenalan Kampus. Atau malah ada beberapa sahabat yang lagi diospek. Hm, ya ospek masih jadi  sesuatu yang tidak disukai oleh mahasiswa baru. Tapi tidak ada pilihan selain harus menjalani ospek. Dari pada kelak dikemudian hari jadi masalah. Dimarahi senior gara-gara enggak ikutan ospek atau mendapat teror karena kita mangkir dari ospek (ihh enggak segitunya kaleee) Kadang, mahasiswa baru beranggapan seperti itu karena tidak mendapat informasi yang benar mengenai ospek. Sehingga sudah melebelkan ospek sebagai sesuatu yang menyeramkan, ajang balas dendamnya senior, ajang bentak-bentakan, dikerjain habis-habisan, didandanin sejelek mungkin. Aiihhh pokoknya enggak enaklah ikutan ospek. Tapi adakah pilihan untuk tidak ikut ospek? 

Entahlah tergantung pilihan masing-masing. Tapi bagi saya sekarang jawabannya adalah tidak! Tidak ada pilihan lain, selain mengikuti ospek. Sebaiknya ospek kita ikuti, sekarang paradigmanya dibalik, kalo ospek kan biasanya senior yang ngerjain junior, coba sekali-kali deh junior yang ngerjain senior, bikin seniornya pegel dan kapok jadi panitia ospek...hihihi ngajarin jelek..ups..piss ya para senior. Tapi ternyata, tahukah sahabat bahwa ada manfaat luar biasa dibalik itu. Mahasiwa bisa menjadikan ospek sebagai ajang menunjukan potensi diri, ajang uji nyali, ajang ngukur kekuatan mental, ajang uji kecerdasan dan intelektual, ajang belajar bersosialisaasi baik dengan sesama mahasiswa baru ataupun senior, ajang menunjukkan kreativitas, ajang membangun kebersamaan dengan sesama mahasiswa baru, ajang adu wawasan (hehe umur boleh tua senior tapi wawasan harus banyakan juniornya dong) dan masih banyak lagi. Walau sebenarnya saat kita ospek emang susyeh bener buat positif thinking saat kita berada dalam tekanan pasti yang ada kita malah negative thinking. Nah itulah pelajaran berharganya. Dan tahukah sahabat, sesungguhnya ospek adalah latihan kecil untuk menguji kemampuan kita bagaimana caranya tahan terhadap tekanan yang lebih berat ke depannya.

Saya jadi ingat, sekitar bulan Agustus 2002 di kampus hijau dulu.  Ospek dikenal dengan sebutan MPA singkatan dari Masa Pengenalan Akademik di UNJ. Judulnya sih baik, pengenalan akademik, jadi kita sebagai mahasiswa baru harus bener-bener kenal tuh sama kampus dan pernak-perniknya. Apalagi urusan akademik, penting dan tak bisa diganggu gugat. Kampus itu tidak sama dengan sekolah. Jadi dunia kampus yang benar-benar baru perlu disosialisasikan sama senior-senior sebagai fasilitator. Mengenal fasilitas kampus, mengenal dosen-dosen, mengenal cara belajar di kampus, mengenal kelengkapan administratif mahasiswa. Makanya kegiatan MPA tidak bisa dihapuskan begitu saja, karena banyak manfaat di balik itu.
Awal saya mendaftar ulang secara administratif setelah dinyatakan diterima di kampus negeri itu selanjutnya saya memaksakan diri untuk mengetahui info yang berkaitan dengan tahapan sebagai mahasiwa baru termasuk MPA. Semua sudah terpampang di papan pengumuman dekat ruang administrasi. Misalnya untuk mahasiswa jurusan A diharapkan datang ke gedung X untuk lapor diri dan wawancara. Itupun yang saya lakukan di awal , mengikuti posedur yang berlaku. Judulnya MPA, rangkaian acaranya cuma lima hari tapi tetep aja berasa lima tahun. Dua hari pertama diawali dengan briefing. Namanya aja briefing kirain cuma bentar paling lama dua atau tiga jam eh ternyata briefing malah sampai sore. Bayangin dari jam delapan pagi sampai jam empat sore. Saat briefing aja aroma “penyiksaan” udah dimulai. Kita disuruh baris kayak ikan pindang, dijejer rapi per kelompok. Suruh bawa ini-itu pada saat MPA nanti. Disuruh juga pakai kostum ini-itu untuk MPA. Kostumnya udah pasti nyentrik dan bikin malu. Disuruh ngapalin lagu-lagu perjuangan. Wew lagu perjuangan apaan tuh? tadinya saya pikir lagu perjuangan macam Hari Merdeka, Satu Nusa Satu Bangsa, Bangun Pemuda ehhh enggak taunya bukan itu semua. Ooh ternyata lagu perjuangan ala mahasiswa yang sering dipake buat demo-demo di jalan. Hihihi salah sangka, kirain lagu perjuangan kemerdekaan. Bahkan sampai sekarang saya jadi masih hafal lagunya lho. Padahal waktu itu judulnya berasa asing banget di telinga. Seperti : Totalitas Perjuangan, Buruh Tani, Hitam Putih, Mars Aksi. Wiihh sumpah susah banget dalam waktu dua hari harus ngapalin lagu perjuangan. Terus harus hapal Mars Universitas ditambah yel-yel buat penyemangat dengan aksi panggung yang amit-amit kalau diperagain juga bikin malu, dan lucu pas diinget, hehehe. Yang berasa saat itu adalah capek. Baru dua hari udah capek fisik, juga capek hati. Seksi keamanan ngomel-ngomel terus. Enggak takut tensi darahnya naik apa ya? Kirain ya yang namanya seksi keamanan itu mengamankan agar acara berjalan sukses. Ternyata seksi keamanan malah enggak bikin aman buat kita para mahasiswa baru. Salah nyanyi dibentak, salah gaya dibentak, enggak kompak dibentak, ngantuk juga dibentak. Hehehe emang keamanan itu tugasnya buat ngebentak. Mereka beneran mengamankan acara agar mahasiswa baru jangan berlaku indisipliner versi mereka. Saya jadi mikir kalau terus-terusan dibentak gini sungguh ini akan membahayakan jiwa dan raga (cieeeelaaahhh…hihihihi). Ada perasaan malas ikut MPA. Mundur ajalah dari MPA. Toh enggak masalah kok. Tapi setelah saya pikir lagi, masa saya kalah sama emosi diri. Baru dibentak aja udah KO, apalagi kalau mendapat perlakuan lebih buruk dari itu. Berbekal tekad untuk mengukur mental dan semua yang telah saya tulis di awal, maka saya mengikuti MPA. Wow kostumnya bikin malu juga. Kita disuruh pake baju kuning ngejreng, topi dari bola yang dibelah dan dilengkapi kacamata hitam. Kaos kaki yang beda warna kanan dan kirinya. Tas dari karung goni dengan tali rafia sebagai cangklongannya. Sumpah, asli norak. Alamaaaaak.. jam setengah enam pagi sudah harus sampai lokasi. Olahraga dan sarapan pagi. Badan bau keringat dan matahari. Sarapan pake susu yang kita suruh bawa plus Roti Sedimen. Ihh apaan tuh Roti Sedimen? Awalnya juga enggak tau tapi kita dikasih tau sama kakak mentor yang baik hati. Kakak mentor selalu membantu kami dalam mneyelesaikan permasalahan yang diberi oleh panitia MPA. Ternyata Roti Sedimen itu roti tawar dengan tiga lapisan. Kayak batu sedimen kan berlapis-lapis. Lapisan pertama isinya saos dan telur, lapisan kedua isinya mentega dan mesis. Lapisan ketiga isinya keju. Rasa dicampur-campur bukannya enak malah bikin enek, tapi enggak ada pilihan harus dimakan, atau kita kelaparan. Perjuangan masih panjang masih harus menjalani MPA sampai jam enam sore. Repot kalau kelaperan ditengah hari. Bisa teler. Lagipula kalau kita nekat enggak makan bisa-bisa kena marah seksi keamanan.

Masalah kostum juga jadi perhatian serius. Salah warna dikit aja kena hukum. Misalnya disuruh pake kuning terang, eh karena bajunya dah pudar jadi enggak ngejreng lagi. Itu juga kena hukuman tuh. Tapi prinsip saya biarlah kena hukuman, toh hukuman yang kita terima masih batas kewajaran, paling dibentak dan dikerjain. Mereka enggak akan sampai mukul atau nendang. Masalah pernak-pernik kostum saya punya kisah yang akan selalu teringat dalam memory saya. Mahasiswa baru harus memakai kacamata hitam. Saya tidak punya kacamata hitam, malas pinjem, juga males beli. Judulnya males deh, ngapain bela-belain sesuatu yang enggak penting. Nanti kalau ditanya sama seksi keamanan bilang aja enggak punya. Dapet hukuman juga enggak apa-apa  (emang niat bikin senior kesel, heheh) Nah kebetulan saya punya kacamata netral yang bening. Seketika itu saya dapat ide untuk mewarnai kacamata bening saya dengan spidol warna hitam. Sayangnya spidol yang saya punya bukan spidol permanen. Alias spidol yang mudah terhapus. Tapi untuk jaga-jaga spidol itu akan saya bawa. Nanti kalau luntur gampang tinggal dikasih spidol lagi. Itu rencana saya. Kacamata bening yang saya warnai hitam sudah terpakai. Tapi, kejadian memalukan memang harus saya alami. Spidol pada kacamata saya luntur, warnanya jadi enggak hitam lagi. Terus sisa-sisa lunturnya masih ada. Ahh.. rupanya saya lupa untuk mewarnai kacamata saya agar tampak selalu hitam. Malangnya kejadian ini terlihat sama salah satu seksi keamanan. Yeah, bagusnya dia tidak marah tapi dia malah ngakak. Dan saya melongo karenanya.

Sahabat, ospek atau MPA bukan untuk ditakuti tapi untuk dinikmati. Nikmati aja prosesnya. Di sana kita bisa marah karena lelah, tapi kita bisa tersenyum karena senang. Senior tidak semuanya berperan sebagai orang yang memberi tekanan tetapi ada juga senior yang baik, yang mengajarkan kita untuk selalu sabar dan tabah selama menghadapi MPA. Sukses, niat saya buat sedikit "ngeselin" senior terlaksana. Hehe, tapi itu untuk hal-hal yang saya anggap benar akan saya perjuangkan, tapi kalau saya salah ya ciut juga sih..hihiihi.
Sahabat, MPA atau ospek hanya bagian dari latihan kecil dan bersifat semu. Perjuangan selanjutnya adalah disaat-saat kita kuliah berinteraksi dengan karakter dosen, senior, teman dan seluruh stekholder akademika yang lebih beragam. Namun selayaknya bayi dia belajar merangkak dulu sebelum akhirnya dia bisa berjalan. Mahasiswa baru belajar dari yang kecil dulu melalui ospek untuk bisa melalui sesuatu yang besar, yang lebih berat tentunya.

Untuk tahun selanjutnya andai sahabat terpilih jadi panitia ospek enggak perlu dendam sama mahasiswa baru. Dendam enggak ada gunanya, sebaiknya malah membantu mahasiswa baru melakukan apa yang masih mereka belum ketahui, pahala juga lho. Dan sebenarnya juga, yang dilakukan oleh senior galak itu juga cuma rekayasa. Bahasa kerennya tuntutan peran gitu macem artis-artis kejar tayang. Yang enggak enak-enak kala ospek ditinggal aja saat penutupan. Nah baru deh yang baik-baik saat ospek yang kita bawa pulang untuk bekal dan pengalaman kita di lain waktu.

So…Ospek bukanlah sesuatu yang menakutkan tapi itu sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dan jangan pernah takut dengan senior, pede aja deh, hareeee geneee udah enggak ada lagi senioritas, yang ada itu hanyalah produktivitas. Jangan takut bicara dan bersikap jika ada perlakuan senior kita yang melanggar rambu-rambu kesopanan dan susila, segera laporkan kepada petugas-petugas terkait. 

-wallahualambishowab-
-Happy ospek buat calon mahasiswa-

Ketika Sulit Mengelola Ide

Malam ini saya hanya sekedar berbagi  ringan tentang permasalahan ide. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi yang bertahun-tahun...