Rabu, 23 Januari 2013

Review Novel Elang dan Bidadari, oleh: Hanifah, http://lullaticious.blogspot.com/2013/01/elang-bidadari.html

Ber-setting di Seoul-Korea Selatan. (Kalau kamu mulai membayangkan cerita-cerita fiksi dengan peran utama boyband ataupun girlband Korea, just Stop It! Okay? Karna kamu salah besar. Benar-benar salah besar.) Bisa kita lanjut? Baiklah..

Sekali lagi, ber-setting di Seoul-Kore Selatan, novel ini berkisah tentang Jingga, mahasiswa asal Indonesia yang mengikuti program budaya Korea di Hankuk University Foreign Studies. Whats so special about that?  Pasti kalian bakal bertanya-tanya. Mahasiswi Indonesia, di negeri orang, jauh dari tanah air, sudah bukan cerita yang asing bagi kita. Tapi, yang berbeda dari seorang Jingga adalah, bahwa dia adalah seorang Muslim yang taat beribadah, yang memegang teguh prinsip-prinsip Islam selama hidupnya, dan yang jelas mengenakan jilbab sebagaimana mestinya.

Pertama kali menginjakkan kaki di bandara Incheon, Jingga harus menghadapi tatapan-tatapan curiga dari banyak orang dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat penampilannya. (Rasanya pengen banget sewot sama orang-orang asing yang dikit-dikit curiga gara-gara liat jilbab yang kita kenakan. Tapi, what can we do? Hufht..). Bahkan di apartemen yang Ia tempati, dan di kelas tempatnya studi, Ia juga harus menerima perlakuan tidak mengenakkan dari beberapa orang yang memandang sinis agamanya.

Namun tidak semua orang membencinya karena agamanya. Dia juga bertemu dengan banyak orang yang baik padanya. Seperti Kim So-Eun dan Kim Jun-Su ~ dua bersaudara Kim yang menjemputnya di bandara,  Prof. Lee Won-Ji ~ yang menjadi tutornya selama Ia berada di sana, juga teman-teman sekelasnya seperti Pretty, Naoki, Nikita, dan Pierre. Bahkan Kim Young-Han, yang selalu bertemu dengannya dalam situasi yang tidak mengenakkan, tanpa disadarinya selalu mengawasi Jingga dengan tatapannya yang sedingin es.

Di Tanah Ginseng, Jingga bukan hanya harus bertahan memerjuangkan norma dan nilai yang dia anut, tapi juga berjuang melawan perasaan dari masa lalunya yang ternyata mengikutinya hingga Seoul. Di tambah perasaan baru pada sesosok pria yang terus membantunya selama Ia berada di sana. Namun, yang di sadarinya tidak akan bisa menjadi imamnya di masa depan (Iyalah, agamanya aja udah beda).

Sejujurnya, novel ini cukup menarik. Karena di saat saya mulai bosan, selalu ada yang membuat saya mengurungkan niat untuk menutup novel ini, dan kembali pada bahan-bahan kuliah yang sedang menanti untuk di lahap. Tapi, sayangnya perjuangan Jingga sebagai seorang Muslimah di Tanah Ginseng kurang mendapat perhatian yang lebih dari penulis (Maaf ya mbak Puput). Malah lebih cendrung bercerita tentang kisah cinta itu sendiri.

Aku lebih suka bagian perjalanan Kim Young-Han. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dia selama cerita bergulir, dilema yang terus dia hadapi di dalam hati, perseteruan dia dengan keluarganya (terutama Almarhum ayahnya, dan kini kakaknya), dan kebingungan dia waktu dia sadar udah ketiduran di depan pintu apartemennya Jingga. Karna menurut aku, emosi seorang Kim Young-Han lebih terasa, dibandingkan emosinya Jingga.

Tapi, pada akhirnya semua kembalai pada selera pembaca kan? Intinya dari 5 bintang, aku kasih 2 buat buku ini.
See yaa~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Sulit Mengelola Ide

Malam ini saya hanya sekedar berbagi  ringan tentang permasalahan ide. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi yang bertahun-tahun...