Cinta adalah karuniaNya, bila
dijaga dengan sempurna
Resah menimpa, gundah menjelma
Bila cinta tak dipelihara
(The Fikr-Cinta)
C.I.N.T.A,
tulisan saya ini kembali membahas cinta. Karena memang frase yang satu ini tak
akan pernah habis dan usang untuk terus dibicarakan. Terus,terus, dan terus. Ada
pemuja cinta, ada penghujat cinta, pengkhianat cinta banyak, tapi untuk
orang-orang yang mengerti bagaimana cinta yang sebenarnya itulah yang sedikit.
Allahualam bishowab, apakah saya termasuk yang mengerti atau tidak. Tapi selama
yang saya jalani bahwa cinta itu hadir bersama dengan rasa tanggung jawab,
keikhlasan, dan rela berkorban. Cinta itu memahami, menghargai, dan mau
mendengar. Dan cinta yang benar itu pasti akan berbalas cinta.
Sebenarnya
tulisan ini berawal dari sebuah manuskrip tentang seseorang yang patah hati
karena cinta, saya sebut saja Mbak X ya, agar privasi terjaga. Jadi dalam
manuskrip tersebut, dia mengatakan bahwa masih sulit melupakan orang yang pernah
hadir dalam hidupnya, orang yang pernah ia sebut cinta, padahal sang pria sudah
memilih yang lain, sudah bertanggung jawab pada perempuan lain untuk menjadi
imamnya, dan bukan Mbak X yang dipilih. Lama, berbulan-bulan, Mbak X tak jua
bisa menepis rasanya, rasa sakitnya ia nikmati, ia tenggelamkan dalam memori
dengan pria tersebut. Masih mencintai dalam diam. Bisa jadi waktu belum berbaik
hati dengannya, tapi bisa jadi pula, ia yang tidak mau waktu berputar. Bisa jadi
ia mendiamkan waktu, ia masih memijak duri dan menggenggam bara, perlahan-lahan
melukai diri, menutup mata dari belahan jiwa yang sebenarnya.
Saya yakin, mungkin
ia tidak salah dengan rasanya, ia masih mencintai pria yang sudah menikah, tapi
bukankah ia sama saja membuang waktu untuk seseorang yang benar-benar tidak
memikirkannya? Memang tak selalu cinta berbalas cinta, tapi cinta yang benar,
saya yakin pasti akan berbalas cinta yang sama, atau bisa jadi lebih.
Saya pernah mendapat
nasehat dari seorang teman, bahwa ketika cinta membuahkan rasa yang sakit, maka
yakinlah bahwa cinta kita sedang berpijak tidak tepat, sebab sejatinya cinta
tidak akan menyakitkan. Ya, dan teman saya benar sekali akan itu, dia seperti
membukakan mata saya bahwa cinta yang tepat akan berbalas rasa yang sama pula. Hanya
masih menjadi rahasia Allah kepada siapa cinta ini kita peruntukkan?
Selama
ini rasa yang kita pikir cinta pada orang-orang yang tidak tepat mungkin bentuk
ujian dan kasih sayang Allah selama kita berproses dalam mencari cinta yang
sebenarnya, cinta yang hulu dan muaraNya pada Allah SWT, cinta yang bersamanya
hari-hari kita diwarnai dengan usaha untuk taat dan mendekatkan kepadaNya,
bukan cinta yang akhirnya melahirkan kedurhakaan dan kecemburuan Allah SWT.
So,
kalau saja saya bisa menanggapi manuskrip itu, saya mau bilang, “Mbak, ayo move
on, sulit memang, tapi bukan berarti tidak bisa. Hidup Mbak terlalu berharga
hanya dihabiskan untuk menambah luka dengan percikan cuka, karena Mbak masih
mengharap-harap orang yang sudah berlalu pergi. Bisa jadi yang datang itu jauh
lebih baik dari dia yang dinanti. Cinta hanya akan datang untuk jiwa yang bisa
menghargai dirinya sendiri, maka sembuhkan luka Mbak, dan tatap ke depan,
langit masih biru, air masih terasa segar ditenggorokkan, angin masih
menyejukkan, maka rahmat Allah masih bertebaran, begitu juga dengan kehidupan
Mbak yang masih akan tetap berjalan, ada sesuatu yang indah diperuntukkan bagi
Mbak, semua sudah tertulis di lauhul mahfuz. Terus berjalan ya Mbak, meski
tertatih perih,” sejujurnya ini yang ingin saya sampaikan kepadanya, tapi
sayang sepertinya memang tak bisa tersampaikan.
Maka,
cinta tak akan pernah salah, cinta yang benar akan berbalas cinta. Cinta hulu
dan muaranya ada pada Allah semata, dia mengajarkan cinta kepada kita bukan
berarti kita menjadi pemuja cinta, tapi untuk menyadari bahwa Dia-lah yang
menciptakan rasa, maka tempatkan rasa
sebagaimana mestinya. Allahualam bishowab.
Sragen,
20.57 pm, 6 Juni 2015 (hari spesialnya yang kucinta) ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar