Sabtu, 15 November 2014

Guru (Bukan) Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

"Kalo lo mau cari duit, bukan di sini! di dunia pendidikan, cari aja di tempat lain dengan cara yang lain!"  kalimat ini pernah saya frontalkan secara tak sengaja pada teman saya, entah berapa tahun yang lalu, dan sepertinya saya salah besar mengatakan kalimat tersebut, sebab kesejahteraan mutlak milik setiap profesi, apapun profesinya.

Jelang hari guru nanti tanggal 25 November, guru bukan kaum marjinal. Bukan juga manusia setengah dewa, tapi kalau ada akronim digugu dan ditiru ya..memang itulah adanya. 
Entahlah  bagaimana kisah para pendidik di luar negeri sana, kesejahterasaan, tuntutan, dan penilaian masyarakat.

Berkaitkan dengan kalimat yang pernah dengan frontal saya katakan pada teman saya, kala itu, uang tunjangannya belum keluar, kesejahteraannya kecil, hak...dia katakan itu hak, ya saya tahu itu, hak para guru mendapatkan kesejahteraan yang layak. Tapi kembali lagi, bukankah kita sudah sama-sama tahu bagaimana kesejahteraan untuk para guru di negeri ini? gaji marjinal. Ketika pegawai swasta lain sudah menikmati gaji UMR, guru mesti harus ikhlas dengan bayaran per jam yang diterimanya, beda sekolah beda kebijakan. 

Saking kesalnya dengan keadaan tersebut maka dengan frontal saya katakan kepadanya agar tidak cari uang dan mengharap-harap kesejahteraan lebih di dunia pendidikan, sebab itu sama saja dengan mencari jarum di lumbung padi. Ketika tuntutan kian banyak, jam kerja yang tugas-tugas yang beda tipis dengan karyawan yang lain, ditambah dengan bagaimana penghargaan negara terhadap profesi yang akhirnya melahirkan orang sekelas presiden, doktor, profesor, dan ahli-ahli yang  dapat menambah kebermanfaatannya pada negara? dimana penghargaan itu?

Melalui tunjangan sertifikasi, invasing? lalu bagaimana nasib guru honor? bagaimana nasib guru di sekolah swasta yang muridnya sedikit? bagaimana pula nasib guru bantu yang nasibnya masih terkatung-katung?  bagaimana juga dengan cara pemilik-pemilik sekolah swasta memberikan penghargaan pada guru mereka?
Profesionalisme itu selalu berbanding lurus dengan penghargaan, semakin profesional maka penghargaan semakin besar, begitu pula sebaliknya, lantas apakah guru di tanah air tidak profesional? sebut saja gurunya Ibu Mus, gurunya Lintang di novel garapan Andera Hirata, apakah tidak cukup profesionalkah ketika akhirnya dia berhasil melahirkan orang sekualitas Lintang? 

Ah, entahlah...saya hanya heran, dari sisi mana orang melihat? ketika ada yang sukses tak pernah ditanya siapa guru dibalik itu, tapi ketika banyak terjadi penyimpangan, maka akan dikatakan..ini semua salah guru. Mungkin itulah ada kutipan: pahlawan tanpa tanda jasa" tapi saya tak suka dengan ungkapan ini, sebab seolah dengan ungkapan ini seperti ini mengaburkan sisi profesionalitas guru, yang menyebabkan kaburnya juga penghargaan untuk mereka. Menurut hemat saya, penghargaan itu perlu apapun profesinya, harga dari profesionalisme.


gambar hasil selancar dari google image
(bersambung) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Sulit Mengelola Ide

Malam ini saya hanya sekedar berbagi  ringan tentang permasalahan ide. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi yang bertahun-tahun...