Rabu, 20 November 2013

Mualaf Itu, Mengingatkan Saya (kembali) Akan KebesaranNya

"Satu lagi, sebuah pengingatan dan tanda cinta Allah, datang tanpa terduga, seorang sahabat lama datang, bukan masalah kedatanganya, tapi dia datang dengan kondisi yang sudah berbeda. Berjilbab, padahal semua teman SMA tahu, dia dulu beragama apa."

Malam ini, saya seperti kehabisan kata. Baru saja ada teman SMA datang ke rumah, sama anak kecil berusia empat tahun. Wajah temanku begitu bercahaya sekali, apalagi dengan jilbab merah marunnya, dan anak yang bersamanya bernama Raihan, anak kandungnya yang sudah berusia empat tahun.

Namanya Novi, dulu semasa SMA, dia Katholik taat. Tiap jumat, saat anak rohis keputrian, dia juga ikut kegiatan agamanya di sekolah. Dia dulu tetangga saya, beda RT sih, cuma karena kami satu sekolah juga, jadi sering bareng. Meski kami teman bareng berangkat, tapi kami tidak pernah berbicara tentang masalah yang cukup sensitif itu, masalah agama.

Ya, dia pun demikian, dia begitu menghormati agama saya, sepertinya saya juga begitu kepadanya. Kami lumayan akrab, ternyata ada benang merah yang mengaitkan kembali antara saya dengan dia. Setelah dia diusir dari rumahnya karena dia pindah agama, dan akhirnya menikah dengan seorang muslim juga, tapi setelah anak pertamanya lahir, dia kembali ke lingkungan di dekat rumah saya, meski tidak tinggal lagi dengan orang tuanya, dan ternyata dia tinggal di sebelah rumah saya!

Maka, tadi dengan sangat tak terduga, dia silaturahim ke rumah. Bercerita banyak hal, tentunya tentang pengalaman spritualnya masuk Islam. Ternyata, karena sering bermimpi, ada seorang alim ulama yang menuntunnya, mulai dari ngaji sampai sholat, dan entah kenapa dia begitu memikirkan mimpi tersebut. Hanya 1 % kejadiannya, dan 99 % cara dia menyikapi dengan elegan. Dia lalu tanya sana-sini, baca terjemahan Alquran, baca semua tentang Islam baik dari buku ataupun internet, dan akhirnya dia menemukan kebenaran.

"Beda banget Put, apa yang ada di Alkitab sama apa yang ada di Alquran. Di Alquran, gue nemuin semua yang belum pernah gue temuin di Alkitab. Mulai dari cara berdagang, aturan kehidupan, aturan beribadah, pernikahan, bahkan sampai kehidupan Nabi Isa yang begitu lengkap, dan masih banyak lagi," itu katanya.

Hingga dia merasa yakin bahwa memang saatnya dia masuk Islam. Saya berasa ditampar. Masya Allah, saya muslim sejak lahir, tapi...ah, sementara dia begitu tenang, begitu khusyuk, terlihat dari air mukanya yang tenang dan pemahamannya yang baik. Apalagi saat dia bilang, "Put, kalau di agama gue yang dulu emang gitu, duniawi itu terasa melimpah, sementara kalau di Islam, ketika kita berdoa, pasti membutuhkan waktu untuk dikabulkan, karena Allah mau menguji hambaNya. Dan pasti akan ada perhitungannya. Kalau Maha Rahmannya Allah untuk semua umat di dunia ini, tapi kalau Maha Rahimnya Allah khusus buat kita yang muslim. Dan gue tetap yakin dengan pertolongan Allah."
 
Duh, Allah menunjukkan kebesarannya kepada saya dengan berbagai cara. Kenapa mata ini sedikit berkaca-kaca ya, sungguh saya malu sama dia, terlebih lagi sama Allah, yang paling tahu bagaimana keadaan hati ini. Semoga saudari saya istiqomah di jalanNya. Dimudahkan urusannya. Dan satu yang tak pernah saya tahu, dua tahun belakangan, sering sekali saya beririsan dengan mualaf-mualaf yang hadir sebagai pengingat. Memberi pelajaran berharga bagi saya.
 
Allah, kuatkan hamba untuk terus menapaki jalanMu, meski terseok.
 
--Allualambishowab--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Sulit Mengelola Ide

Malam ini saya hanya sekedar berbagi  ringan tentang permasalahan ide. Tulisan ini didasari oleh pengalaman pribadi yang bertahun-tahun...