“Cemungutt
ya kakaaaaaa”
“Wow
itu orang keceeeee badai!”
“Aiihh,
gw RT sama lu!”
Apa
kabar sahabat? Kali ini saya mengajak untuk menyermati bahasa prokem
(pergaulan) yang sudah mewabah di Tanah Air tercinta. Andai HB Jassin atau JS
Badudu masih ada tentu akan menangis melihat fenomena bahasa pergaulan yang
sudah terombak oleh mulut dan tangan yang begitu kreatif. Entah darimana
awalnya. Awal tahun 2008, tepatnya pertama kalinya saya terjun ke dunianya para
remaja. Sejak saat itu saya terbengong-bengong dengan bahasa remaja yang porak
poranda. Fenomena ini sah-sah saja, bebas, dan enggak dosa malah. Selama bukan
bahasa umpatan atau bahasa kasar yang menyebut-nyebut hewan berkaki empat. Tapi
lihat saja betapa asingnya saat pertama saya mendengar kata “curcol” oooo
ternyata itu akronim dari curhat colongan. OMG (Oh My God) awalnya saya
ditertawakan oleh mereka (komunitas putih-abu-abu), “Ah payah ibu enggak gaul,
masa gitu aja enggak tahu!”
Kesel,
iyaaaalah, well saya kuliah capek-capek kirain bisa langsung memberikan materi
dan diterima oleh mereka, ternyata tidak hanya sebatas itu saja. Segera saya
harus banting stir untuk mempelajari “bahasa” mereka. Urusan pelajaran, KBM,
papan tulis, spidol ditanggalkan dulu. Saya mulai dengan mendengarkan,
menyimak, dan meniru bahasa mereka. Setidaknya untuk awalan.
Porak-poranda,
itu kesan saya terhadap bahasa pergaulan saat ini. Iyalah wong bahasa
bagus-bagus diubah jadi aneh. Semangat jadi cemungutt, kece ditambahin badai,
hello??? kenapa pakai kata badai sih, lupa ya kalau lagunya Chrisye kan Badai
Pasti Berlalu (hehee apaaa coba :D) Nah kalau kece badai berarti kecenya
sementara dong (ups sory enggak perlu dibahas) Nah ada lagi bahasanya komunitas
abu-abu jaman sekarang yang bikin ngakak. Gara-gara terlalu bersahabat dengan
media social twitter, di sana ada RT artinya Re Twit, itu untuk men-twit
(menuliskan ulang) jika ada kalimat yang dia setujui dari temannya (eh, saya
rasa sobat-sobat sudah banyak mengerti hal ini) Nah yang bikin ngakak ketika saya
sedang berada dalam kelas, sebagai guru yang baik dan benar, patuh dan taat
pada Pancasila dan UUD 45, saya sharing pengalaman, hingga kata mutiara
(cieeeeh..hehehhe, enggak nyambung!) terus ada seorang siswa yang nyeletuk “RT
sama Ibu”. Awalnya saya terbengong-bengong, RT? Perasaan saya belum jadi ibu RT
deeh (kan belum nikah, bukan promosi lho yaa, hehhe) Tapi seketika saya
langsung nyambung, ooh maksudnya dia sepakat alias setuju dengan kaimat yang saya
kemukakan barusan. OMG ..geleng-geleng kepala. Nah yang bikin freak saat mendengar kalimat Keppo.
Keppo itu artinya pengen tahu. Ini bahasa dari mana lagi asalnya? Proto melayu,
melayu madya, sampai bahasa daerah juga kayaknya enggak ada tuh kata Keppo yang
artinya pengen tahu. Misalnya gini ada si X nanya “ eh itu cowok dah punya
gebetan belum?”
Terus
si Y bilang, “Aiihh, keppo banget si lu, naksir yaaa?”
Mungkin
kalau jaman saya masih SMA dulu paling saya bilang, “Ah mau tauuuuu ajah.” Tapi
sekarang udah beda jaman Men!”
Padahal
dulu aja entah eranya siapa, yang pasti saat saya dilahirkan di dunia tuh
bahasa udah ada duluan. Seperti sebutan bokap untuk ayah, nyokap untuk ibu,
bonyok untuk ayah dan ibu (waduh kacau ya J ), boil untuk mobil, dan sebagainyalah.
Makanya bukan salah juga kalau remaja sekarang jadi makin berkreasi dan
menemukan istilah-istilah baru untuk memudahkan mereka berkomunikasi. Sebab
tentunya dengan sandi-sandi tertentu menyebabkan mereka nyaman berkomunikasi.
Ah, di sini bukan kapasitas saya bicara tentang ilmu komunikasi. Hanya saja
kepedulian saya pada komunitas putih- abu-abu yang akhirnya jadi banyak tidak
tahu bahasa baku yang mereka harus tuntaskan di ujian nasional. Maka itu jika
memperhatikan nilai ujian nasional, terdapat angka fantastis untuk bahasa
Inggris dan Matematika, tapi sebaliknya nilai menyedihkan ada pada mata
pelajaran bahasa Indonesia (yang notebenenya adalah bahasa sehari-hari kita).
Hm,
pastinya guru bahasa Indonesia mempunyai PR yang berat, apalagi hama
penganggunya adalah media social baik di internet maupun alat komunikasi lain, belum
lagi tayangan di televisi yang masih sangat selektif untuk ditonton.
Menurut
saya pribadi sih, tak ada yang salah dengan kreativitas. Apalagi maksudnya
untuk membuat sesuatu terasa lebih menyenangkan. Pastinya dengan bergaul ala
bahasa yang mereka ketahui cukup menyenangkan bukan (buat yang nyambung-hihihi)
Tapi, bukan berarti itu menjadi buta
pada bahasa asal kita. Sebagai identitas pribadi Tanah Air tercinta.
So…cemunggut
yach J
hehehee
Salam
Putih-Abu-abu :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar